VoyForums
[ Show ]
Support VoyForums
[ Shrink ]
VoyForums Announcement: Programming and providing support for this service has been a labor of love since 1997. We are one of the few services online who values our users' privacy, and have never sold your information. We have even fought hard to defend your privacy in legal cases; however, we've done it with almost no financial support -- paying out of pocket to continue providing the service. Due to the issues imposed on us by advertisers, we also stopped hosting most ads on the forums many years ago. We hope you appreciate our efforts.

Show your support by donating any amount. (Note: We are still technically a for-profit company, so your contribution is not tax-deductible.) PayPal Acct: Feedback:

Donate to VoyForums (PayPal):

Login ] [ Contact Forum Admin ] [ Main index ] [ Post a new message ] [ Search | Check update time | Archives: [1] ]


[ Next Thread | Previous Thread | Next Message | Previous Message ]

Date Posted: 11:30:19 11/19/03 Wed
Author: Adinda dan Maru
Subject: Kesunyian Hati Sita - Novel Bab VI

BAB VI

“Willingly” mengalun lembut dari Winamp komputer Sita, Dia termenung dikamarnya, melamun dan berbaring ditempat tidurnya.

Malam ini, Putri akan menjadi milik seseorang, ia akan menjadi milik Handi, Putri memang tidak mampu menentang pernikahan ini, Putri tidak mampu melawan kehendak orang tuanya.

Sita merasakan dadanya begitu sakit, dan kepalanya terasa berat. Ia mencoba meresapi kekuatan cinta Putri dalam lagu Willingly, terakhir mereka melalui malam bersama, saat itu, Sita memang kelelahan, dan bolak-balik jatuh tertidur, lagi pula ia memang meminum obat tidur. Karena semakin dekat hari pernikahan Putri, membuat Sita semakin tidak berdaya. Putri kecewa kepadanya karena Sita bolak-balik jatuh tertidur, karena malam ini seharusnya menjadi malam terakhir bagi mereka untuk bersama. Akhirnya disela-sela kantuknya mereka pun tidak dapat melakukannya secara maksimal.

Sita bukan hanya sakit kepala saat itu, Betapa dia tidak sanggup menghadapi semuanya. Dan dia ingin lari sejauh-jauhnya dari penderitaan bathin yang dia alami, dan melupakan semuanya yang telah terjadi. Sore itu, Ia menelan 3 buah obat tidur yang diberikan oleh Dr. Dodi, yang seharusnya digunakan hanya saat diperlukan. Meski Sita tahu, dia harus memberikan kapaSitas terbaiknya malam ini untuk Putri, tapi, kepedihan yang dia derita, ketidak berdayaan yang dialaminya, membuat dia merasa harus menenangkan diri agar tidak bertindak kasar kepada Putri. Dia Mencoba melupakannya sekuat tenaga. Meski akhirnya dia harus mengorbankan malam terakhirnya.

Saat ini, Sita merasa sangat sepi, mendengar aLunan lagu willingly yang berputar secara berulang-ulang. Ia merasakan kesunyian yang begitu dalam, kekosongan jiwa yang begitu menyiksa. Tak terasa butir-butir air itu mulai membasahi bantalnya. Betapa ia merasa sangat tidak berdaya menghadapi semuanya.Ia ingin tidur dan melupakan semuanya, dan tidak ingin pernah terjaga kembali. Ia kemudian melihat foto yang diberikan Sita semalam sebelum hari pernikahannya, foto yang berdua dengan Handi, Sita terlihat bahagia di foto itu, lalu betapa kagetnya dia, ketika tidak menemukan cincin yang diberikan olehnya tidak ada dijemari Putri, betapa hancurnya hatinya melihat kenyataan itu, lalu buru-buru ia menyimpan foto itu, dan memegang cincinnya sendiri, cincin yang juga diberikan oleh Putri untuknya, teringat olehnya saat Putri memberikan cincin itu, ketika itu mereka sedang berada di lampu merah pancoran, Putri memegang tangannya dan memainkan cincin pemberian pelangkah atas pernikahan adiknya di jemari Sita. Lalu dia melepasnya, “Kalau kamu mau bawa, bawa saja Putri” sita menawarkan. “Enggak!” jawab Putri tersenyum, lalu dia lihat-lihat cincin itu, kemudian dia memasukkan cincin itu kembali kejemari Sita. Sita merasakan sesuatu berbeda dijemarinya, lalu dia kaget, dia raba dengan ibu jarinya, lalu dia tersenyum. Ternyata Putri memasukan kejarinya bukan cincin yang sama, cincin baru yang diberikan untuk nya. “Aku tidak tahu harus bagaimana!” Putri memberi tahu. “Terima kasih Putri” Sita tersenyum dan ia merasakan hatinya penuh dengan bunga saat itu, lalu Sita mencium Putri. “Mudah-mudahan kamu suka, sayang, aku memilihnya lama sekali!” Putri memberi tahu. Sita melihatnya dan melepaskannya dari jemari tangan kiri dan memberikannya kembali kepada Putri, agar ia mengenakannya di jemari manis tangan kanannya. “Aku menyukainya, bagus sekali Putri, sangat bagus” jawab Sita tanpa mampu berkata-kata lagi.

Melihat cincin Putri tidak berada di jemarinya, Sita merasa hancur luar biasa, dan tiba-tiba ia merasa Putri telah membagi hatinya, Putri juga menginginkan status dan menginginkan Handi juga untuknya, dia tidak ingin melepaskan Sita sekaligus ingin mendapatkan Handi. Sita merasa hancur sekali. Jika Putri mengingikan keduanya sekaligus, dia akan memutuskan pergi dari sisi Putri, dia harus mundur sebelum dia menjadi gila, seperti apa yang pernah dialaminya beberapa waktu yang lalu.

Pagi itu, Ia terbangun dengan badan yang terasa rontok, lagi-lagi Wajah Putri menghiasi pagi miliknya. Mati-matian ia mengusir Putri dalam benaknya, dan menghadirkan Maru. Lalu ia kemudian bergegas mandi pagi, berusaha untuk berwudlu dan menjalankan sholat yang selama ini sudah lama ia tinggalkan. Saat itu ia hanya mampu berdoa, memohon ampun kepadaNya. “Oh Tuhan, mengapa kau selipkan perasaan ini dalam hatiku ? Aku mencintainya ya Tuhan, tunjukkanlah aku jalan yang kau ridoi ya Allah, berikanlah aku kekuatan untuk menghadapinya..” lalu Sita merasa tidak lagi dapat mengucapkan do’a-do’a, tenggorokannya tercekat.

Sita menekan beberapa nomor pada telephonenya, tak lama terdengar suara yang lembut dan berat diseberang sana. “Assalamualaikum, Mas !” sapanya pada akhirnya. “Walaikum salam, Sita” jawabnya. “Mas ada dimana ?” Tanya Sita. “Adad dirumah saudara, ada apa Sita ?” tanyanya. “Cuma pingin ngobrol mas, mas baik-baik aja ?” Tanya Sita. “Oh iya baik-baik” jawabnya pendek. “Sekolahnya bagaimana mas ?” Tanya Sita. “Wah baik Sita, masih tinggal satu subject lagi yang harus diselesaikan, skripsi sudah, mudah-mudahan bisa segera selesai ya, biar seperti Sita” jawab Maru. “Ya sudah, begitu dulu mas, nanti aku boleh telefon lagi mas ?” tanyanya.”Boleh” Jawab nya. “Kapan ?’ Tanya Sita.”Kapanpun Sita mau, telfon aja ya” jawab maru arif diseberang sana. Sita pun pamit, dan menutup telefonnya.

Ia mencoba mencari keindahan dengan kehadiran maru dalam hatinya, tapi tetap ia merasa tidak berdaya. Terpikir olehnya untuk menggadaikan cintanya, dan memutuskan untuk segera menikah, dan melepas segalanya, membunuh cintanya, dan mematikan seluruh rasa yang ada, berusaha meraih status yang layak dalam kehidupannya.

Sore itu, Sita sedang menghadapi komputernya, ketika Putri menelfon. “Sayangku, kamu masih sayang aku ?” Tanya Putri diseberang sana. Sita merasa ada yang mendesak untuk meledak didadanya, betapa bahagianya dia dapat mendengar suara Putri di telefon, sekaligus sedih luar biasa. “Iya” jawabnya pendek. “Aku mau pamit berangkat ke Bandung” Putri memberitahu. “Dianter siapa ?” Tanya Sita “Orang itu” jawabnya pelan. “Kamu sudah melakukannya Putri ?” Tanya Sita. “Belum” jawab Putri. “Apanya” Tanya Sita. “Itu” jawab Putri. “Kamu masih ingat 2 pesananku, Putri ?” Tanya Sita. “Ingat, itu !” jawab Putri. “kamu berangkat sesore ini dengannya, berarti dia akan bermalam disana Putri ?” Tanya Sita tidak rela. “Iya” jawab Putri. “Sampai kapan Putri, kenapa dia tidak langsung disuruh pulang Putri ?” Tanya Sita. “Iya dia hanya sampai tanggal 27, dan tanggal 27 dia langsung pulang” jawab Putri. “kamu janji segera menyuruhnya pulang ?” Tanya Sita. “Iya sayang, aku pamit ya, nAnti kemalaman” Putri pamit kembali. Akhirnya Sita mengizinkannya pergi.

Sejak saat itu, Sita berusaha sekuat hatinya untuk tidak menelefon Putri. Betapa ia merasa sangat tersiksa, betapa ia merasa lemah dan tidak berdaya, keesokan harinya dikantor, dia tidak banyak melakukan apa-apa, dia merasa hancur berkeping-keping. Ia menelefon Bianca, sekedar mencari jalan untuk meredakan perih hatinya. Dukanya. Keputus asaannya. Dia kembali menelfon Maru, mencoba untuk menjadi seorang yang memiliki perasaan dan cinta yang normal seperti orang umum lainnya, dia berusaha sekuat tenaga untuk membangunnya. Tapi dia selalu terjatuh dan terjatuh kembali.

Dua hari kemudian, Putri menelefonnya menanyakan apakah ia baik-baik saja. Tapi Sita merasa semakin tidak berdaya, terlebih ketika Sita mengetahui, bahwa Handi masih tetap berada disana menemaninya, Sita merasa sangat hancur, Putri tidak berusaha menyuruh Handi puang, Putri tidak membicarakannya kepada Handi. Sita ingin sekali Putri membicarakan kepada Handi, bahwa ia tidak menginginkan pernikahan ini, dan meminta Handi untuk mengerti bahwa mereka hanya akan menjakankan sandiwara ini Sita ingin Putri mau melakukan untuk Sita, untuk cinta mereka, mejnaga Sita, membela kepentingan dan perasaan Sita. Tapi ia merasa Putri terlalu lemah untuk melakukan semua itu. Sita merasa Putri tidak lagi membelanya.

Sita dapat merasakan betapa Putri menyayangi dan mencintainya, tapi Sita menginginkan rasa sayang dan cinta itu memberikan kekuatan pada Putri untuk melakukan sesuatu bagi cinta kasih mereka. Tapi kini Sita tidak lagi dapat berharap Putri melakukannya.

“Aku usahakan untuk hadir dalam pestamu Putri” Ujar Sita suatu kali. “kalau kamu tidak sanggup datang, aku mengerti Sita” jawab Putri. “Iya, lihat bagaimana nAnti ya?!” ujar Sita kembali.

[ Next Thread | Previous Thread | Next Message | Previous Message ]


Replies:



[ Contact Forum Admin ]


Forum timezone: GMT-8
VF Version: 3.00b, ConfDB:
Before posting please read our privacy policy.
VoyForums(tm) is a Free Service from Voyager Info-Systems.
Copyright © 1998-2019 Voyager Info-Systems. All Rights Reserved.