VoyForums
[ Show ]
Support VoyForums
[ Shrink ]
VoyForums Announcement: Programming and providing support for this service has been a labor of love since 1997. We are one of the few services online who values our users' privacy, and have never sold your information. We have even fought hard to defend your privacy in legal cases; however, we've done it with almost no financial support -- paying out of pocket to continue providing the service. Due to the issues imposed on us by advertisers, we also stopped hosting most ads on the forums many years ago. We hope you appreciate our efforts.

Show your support by donating any amount. (Note: We are still technically a for-profit company, so your contribution is not tax-deductible.) PayPal Acct: Feedback:

Donate to VoyForums (PayPal):

Saturday, May 11, 12:14:08Login ] [ Contact Forum Admin ] [ Main index ] [ Post a new message ] [ Search | Check update time | Archives: 123 ]
Subject: Jalan Tengah vs Relativisme Moral


Author:
MasE
[ Next Thread | Previous Thread | Next Message | Previous Message ]
Date Posted: 00:49:01 09/27/05 Tue

Saya akan mencoba menjawab pertanyaan2 dari sdr.Prince dalam satu kesatuan topik karena masing2 yang dia lontarkan adalah berhubungan dan menuju kepada satu topik bahasan.

Mohon pengertiannya bila bahasan saya akan cukup panjang karena perlu memberikan penjelasan2 yg berkaitan.

Marilah kita lihat sudut pandang Prince, yg pada intinya:
- Dia berkeberatan atas perumpamaan yg saya berikan tentang "Pohon yang baik berbuah baik".
- Dia berkeberatan atas adanya nilai2 universal. Sebaliknya mengatakan bahwa segala sesuatu adalah relatif.
- Tidak mungkin untuk melakukan "Jalan Tengah" pada kasus2 ekstrim.

Baiklah, kita mulai saja.

Prince berkeberatan dengan perumpamaan saya tentang “Pohon yg baik berbuah baik” dengan memberikan sanggahan2 yg intinya menunjukkan ketidakpastian dari premis tersebut.
Perlu kita ketahui bahwa perumpamaan hanyalah sebuah cara untuk mengkomunikasikan suatu hal secara intuitif, keluar dari batas2 logic yang kaku sehingga dapat diresapi.
Bila dilihat secara logic, maka berbagai macam keberatan bisa dilontarkan kepada perumpamaan tsb. Tetapi manusia beroperasi tidak hanya dalam mode logic, tetapi juga dalam mode intuitive. Makna yg mendalam justru sering bisa disampaikan melalui gaya bahasa yg intuitive daripada logis.

Apa yang saya arahkan melalui perumpamaan ini adalah untuk mengajak pembaca memahami hukum sebab-akibat secara sederhana. Tapi rupanya, Prince ingin mengarahkan pendapatnya pada topik ke arah kesunyataan (ie: tidak ada yg pasti). Jadi jelas tidak nyambung, karena membicarakan dua hal yg berbeda.

Sebetulnya, apabila dipandang dari sudut pandang yang lebih tinggi, maka kita bisa membenarkan pernyataan Prince tersebut , yaitu mengenai hukum ketidak-pastian. Tapi kalau kita cermati lebih lanjut, maka bila semua itu ‘tidak pasti’, maka ‘ketidakpastian’ itupun tidak pasti. Maka ada kepastian.
Untuk itu mohon pembaca tidak bingung dulu. Hal inilah inti yang sebetulnya ingin dikatakan dari kitab Yijing:
1. Segala sesuatu dalam yang tetap terdapat perubahan2.
2. Dalam segala sesuatu yang berubah terdapat bagian2 yang tetap.
3. Perubahan dan ketetapan adalah label2 sementara.

Pada lanjutnya, Prince rupanya memberi contoh pada relativisme moral (moral tergantung tempat dan waktu). Saya pada dasarnya setuju bahwa moral itu dibentuk oleh masyarakat menurut perjanjian tertentu (covenant) pada suatu waktu dan tempat tertentu. Nilai2 moral ini bisa berupa tulisan, maka disebut hukum/ aturan dan bisa pula tidak tertulis dan ini disebut norma.
Nilai-nilai moral tersebut adalah tidak universal, tetapi dibalik semua nilai moral dari berbagai waktu dan tempat yg berbeda memiliki kesamaan theme, yaitu suatu dasar yang sama pada setiap manusia di dunia ini. Inilah yang disebut ETHICS. Ethics berasal dari hati nurani manusia.

Selama hati nurani manusia belum tertutupi oleh pembiasaan2 dari pemikiran2 yg buruk, maka setiap manusia pasti setuju dengan nilai2 universal seperti: kasih, hormat, balas budi, pengendalian diri, kebajikan , estetika , kesetiaan , dsb.

Nilai2 tersebut diatas dapat dikatakan sebagai nilai2 universal yang bersifat lintas waktu, budaya dan tempat. Beberapa hal2 dari nilai2 itu juga bahkan dapat kita temui di dunia hewan, pada khususnya mamalia. Karena pada dasarnya, manusia ( dan bbrp mamalia lain) adalah mahluk sosial yg secara alamiah akan berusaha mempertahankan kelangsungan speciesnya. Nilai2 tersebut tercipta secara alamiah dalam kode genetik sebagai suatu mekanisme untuk dapat survive dan melangsungkan keturunannya.

Tapi manusia memiliki keistimewaan tersendiri, karena ia bereksistensi sebagai mahluk yang memiliki perkembangan khusus dalam hal akal budinya, sehingga dapat melakukan kesadaran terhadap setiap perbuatan dan tingkah lakunya. Hal inilah yang membedakan dengan binatang. Evolusi fisik terjadi selama ribuan bahkan jutaan tahun yg lalu. Manusia pun berevolusi secara fisik dalam beberapa ratus ribu tahun yg lampau. Akan tetapi, manusia tidak berhenti hanya pada evolusi fisik, melainkan juga dilanjutkan dengan evolusi otaknya yang begitu pesat melampaui evolusi pada binatang2 lainnya. Dalam kondisi sekarang ini, pikiran manusia mampu melampaui batas2 eksistensinya sebagai binatang. Hal inilah yang perlu kita cermati sebagai sebuah keunikan dan keistimewaan dari manusia – yg membedakannya dengan binatang.

Dengan posisi eksistensialnya yang istimewa inilah maka manusia perlu bersikap berbeda terhadap kodrat kealamiahannya dibandingkan dengan binatang. Hewa tak mengenal rasa malu, tetapi manusia dengan pikirannya bisa mengapresiasi rasa ‘malu’ tersebut untuk melanggengkan kelangsungan hidupnya ditengah2 masyarakatnya.
Point saya jelas: alam memiliki kodratnya dan manusia memiliki kodratnya sendiri yg unik. Meskipun demikian, manusia tetap merupakan bagian dari alam tsb. Karena manusia dalam kelangsungan hidupnya tidak bisa terlepas dari alam sekitarnya, maka manusia perlu menjaga keharmonisan dengan kodrat alam tsb, a.l : perubahan, ketidak-kekalan, ketidaksempurnaan, dualisme, dsb.

Kembali kepada permasalahan diatas, maka disamping memiliki nilai kemoralan yang berbeda, maka manusia memiliki nilai ethics yang merupakan respon alamiah dari kodrat kealamiahannya sebagai mahluk yg berpikir. Mahluk hidup lainnya pada dasarnya memiliki kodrat 4F : Feed, Flight, Fight dan Fuck. Manusia juga memiliki 4 kodrat tersebut, ditambah lagi dengan yg kelima: searching for Happiness. Semua ini disingkat 4F+1H.

Guna mencapai keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan masing2 individu atas 4F+1H tersebut dengan kelangsungan hidup speciesnya secara agregat, maka manusia membentuk norma dan hukum yang diimplementasikan dalam suatu budaya (culture) tertentu. Hal ini diperlukan untuk menjaga agar keseimbangan tersebut tidak berubah menjadi suatu yang chaos. Tanpa kerangka kebersamaan tersebut, maka hukum rimba akan kembali berlaku. Dan apabila demikian, maka species manusia akan menjadi terlemahkan. Mengapa demikian?
Keunggulan species manusia terhadap alam sekitarnya adalah karena manusia memiliki nilai2 sosial dimana keberagaman (variety) , differensiasi dan spesialisasi diperlukan dalam setiap sendi kehidupannya yang kompleks.

Seperti telah saya kemukakan dimuka bhw evolusi manusia dijaman sekarang ini adalah terutama dari perkembangan otaknya. Jumlah input informational manusia rata2 dengan 1000 th yang lampau telah meningkat sebanyak 10.000 kali. Kompleksitas kehidupan ini menyebabkan manusia semakin membutuhkan keahlian / skill yang bersifat informasional. Oleh karena itulah, maka manusia sadar bahwa berlakunya kembali hukum rimba yang bersifat fisikal tersebut harus dicegah dengan seperangkat set moralitas (norma dan hukum), dan ethics.

Melalui pengertian inilah maka bisa dikatakan bahwa manusia menciptakan nilai2 baru yang merupakan jalan tengah dari tarikan2 kodratnya dan interaksi dengan kealamiahan dengan alam sekitarnya. “Jalan Tengah” ini merupakan ‘kompromi’ dari tarikan2 kepentingan individu dan kelompok yang berbeda, dan juga keterbatasan resources alam.

Di sisi lain, keterkembangan otak manusia menyebabkan manusia mampu berpikir tentang makna2 tentang kehidupannya. Ia mulai mendefinisikan kebahagiaan melampaui dari batasan2 fisik belaka. Hal ini wajar karena manusia adalah mahluk yang memiliki evolusi tahap lanjut dari otaknya dari sekedar refleksi sederhana menuju tingkat2 kesadaran (consciousness) yang lebih tinggi. Pada beberapa manusia yang advanced, maka taraf kesadarannya pun berkembang melampaui speciesnya pada umumnya. Inilah yang disebut sebagai pelaku2 spiritual/ nabi/ avatar yang telah mencapai pencerahan tertentu. Pencerahan disini diartikan sebagai melihat hidup ini dari tataran paradigma yg lebih tinggi. Mereka inilah yang menemukan bahwa alam semesta ini terdapat hukum2 keseimbangan yang begitu presisi mengatur berjalannya segala perubahan dan keteraturan. Khususnya pada kaum Taois, mereka melihat bahwa hidup ini terdiri dari dua tarikan primordial (stereotype) Yin dan Yang. Dengan memahami perubahan2 pada Yin dan Yang ini maka manusia akan mampu beradaptasi dengan alam sekitarnya. Agar mampu mensensor dan berinteraksi secara seimbang dengan tarikan2 Yin dan Yang tersebut , maka manusia perlu berjalan di Jalan Tengah, tidak ekstrim pada paham materi mapun pada paham rohani. Dalam kehidupan manusia membutuhkan keduanya.

Jadi, Jalan Tengah adalah suatu filosofi yang berada pada tataran lebih tinggi untuk memandang dunia ini. Dari sini kita akan melihat bahwa Jalan Tengah lebih mengacu pada sebuah sikap mental dari pada sebuah aktualisasi tindakan.

Filosofi Jalan Tengah ini merupakan inti dari metode dan ajaran Tao pada berikutnya. Untuk menuju evolusi kesadaran pada tingkat yg lebih tinggi, manusia memerlukan suatu reference point yang netral. Inilah yg disebut keseimbangan batin. Untuk menuju keseimbangan batin itu, maka pengolahan batin pun diperlukan melalui seperangkat ajaran, panduan dan metode. Apabila dituangkan dalam bentuk aplikasi, maka filosofi Jalan Tengah ini akan berupa anjuran untuk berpikir benar, berucap benar, bertindak benar, berlatih benar,dsb. Pad intinya adalah untuk mengembangkan pengendalian atas dirinya, welas asih, kebijaksanaan dan transformasi consciousness.

Dengan melalui seperangkat set panduan tersebut, maka manusia bisa bersikap ‘tengah’ terhadap dorongan2 yin-yang : Id >< superego, impuls kebinatangan >< kemanusiaan, kepentingan pribadi >< kepentingan umum, dsb.

Menurut psikologi Freudian, fungsi utama ego adalah untuk mengatur keseimbangan fungsi2 Id dan Superego dalam diri manusia. Id adalah dorongan2 alamiah sbg mahluk hidup, dan superego adalah nilai2 luhur. Manusia yang egonya berkembang dewasa, maka akan dapat menjembatani dorongan2 Id-Superego ini secara baik. Inilah yang disebut Egostrength. Seseorang yang memiliki egostrength kuat maka ia akan bisa bersikap realistis terhadap daya tarikan2 yang berbeda2 dari luar maupun dalam serta mampu memutuskan sikap dan perbuatan yang tepat secara dewasa. Orang yang egostrengthnya lemah akan hidup dalam fantasi2, wishful thinking serta tidak mampun mengelola impuls2 yang masuk dari dunia sekitarnya maupun impuls2 dari internalnya.

Misal:
Dorongan Id seseorang yang lapar adalah megnambil sesuatu makanan untuk memuaskan rasa laparnya. Tapi apabila ia tahu bahwa makanan itu bukan miliknya, maka superegonya akan ‘melarangnya’ untuk mengambilnya (mencuri). Seseorang yang egostrengthnya berkembang, maka ia bisa menimbang2 tindakan apa yg tepat untuk dilakukan. Ia akan mampu *mengendalikan diri* dan *memilih* untuk lebih baik merasa lapar daripada mengambil sesuatu yang bukan miliknya.

Anda melihat bahwa manusia memiliki Id yang merupakan warisan dari kebinatangannya. Oleh karena itulah maka agama diperlukan sebagai sebuah media untuk menanamkan nilai2 pada superegonya guna menyeimbangkan dorongan2 Id-nya. Agama yang baik akan juga memiliki metode untuk mengembangkan “Ego” seseorang tersebut sampai pada kondisi yang dewasa. Dan itu berarti adalah pelatihan pengendalian diri!


RELATIVISME MORAL

Relativisme moral mengatakan bahwa tidak ada suatu patokan benar- salah dari sebuah perbuatan. Semua penilaian dikembalikan secara subyektif menurut kondisi situasional dari pribadi2 / kelompok yang bersangkutan. Mereka berpandangan bahwa hanya moralitas subyektif yang memiliki nilai2 otentik. Contoh filsuf aliran ini adalh Jean Paul Sartre.

Di tataran TINGGI dalam ajaran Taoisme, memang diajarkan bahwa “baik-buruk” itu pun sebenarnya hanyalah label-label sementara dari persepsi manusia. Bahkan dunia realitas yang kita cerapi saat ini pun adalah hasil dari suatu proses persepsi belaka yang muncul dari keterbatasan panca indera + pikiran kita. Secara sederhana boleh dikatakan bahwa segala sesuatu itu merupakan ilusi belaka. Bahkan “Aku” ataupun “Ego” pun adalah ilusi belaka.

Saya tahu bahwa anda sekalian belum pernah mendengarkan pandangan ini. Tapi itulah pandangan Mainstream Taoism pada tingkat tinggi. Saya perlu mengemukakan dan membuka sedikit mengenai hal itu karena tampaknya kalian mulai dengan sembarangan ‘bermain-main’ dengan hal itu tanpa suatu persiapan dan pemahaman yg mencukupi.

Perlu DIINGAT! Bahwa untuk menuju pada realisasi Tao tingkat tinggi itu (ie: wuwei), Taoisme TIDAK MENGAJARKAN RELATIVISME MORAL !! (berkebalikan dengan yg anda kira , bukan?)
Pemahaman dan realisasi seorang Taoist tentang kesunyataan justru muncul dari suatu pelatihan moral dan ethics dengan disiplin yang sangat ketat!

Setelah ia mencapai/ merealisasi tahap kebijaksanaan tersebut (disebut Wu Tao), maka boleh dikatakan bahwa ia tidak lagi memiliki kemelekatan terhadap apapun, baik kemelekatan terhadap materi maupun kemelekatan terhadap konsep. Perlu diperhatikan disini bahwa tidak ada kemelekatan jangan disama artikan dengan tidak memiliki kebutuhan (untuk bertahan hidup).

Teorinya begini: selama anda masih dalam suatu kemelekatan, maka ia akan terkurung dalam dualisme (yin-yang). Dan itu berarti bahwa seseorang tersebut belum terbebas dari batasan2 dimensi realitasnya. Dan oleh karena itu, maka ia tidak bisa tidak akan masih tetap terikat dan tunduk pada hukum2 alam baik yang alami maupun artifisial (norma, moral) buatan manusia. Oleh karena itulah maka sesepuh Tao menciptakan seperangkat latihan , dan ajaran untuk membimbing fisik dan batin manusia agar tidak saja bisa survive di dalam kehidupannya secara wajar , namun juga mengarahkan batinnya ke tingkatan kesadaran yg lebih tinggi. Jadi inilah Jalan Tengah, fisik dan rohani dua2nya dipentingkan, tidak menyiksa diri juga tidak enak2an. Dan seperangkat aturan ajaran tersebut menunjukkan bahwa Taoism tidaklah mengikuti relativisme moral.


DISKUSI
Bila seseorang hamil tapi bayi yang dikandungnya cacat. Apakah boleh digugurkan?

Kalau menurut mainstream Taoism jelas bahwa membunuh adalah sesuatu yang tidak dianjurkan. Apabila anda bertekad untuk mencapai Tao dengan masuk kedalam ordinansi, tentu mau tak mau harus terikat dengan peraturan itu. Hal ini merupakan pilihan.
Anda boleh juga hidup sebagai perumahtangga awam dimana aturan2 itu tidak mengikat secara moril, sehingga keputusan untuk menggugurkan itu adalah terserah dari pertimbangan anda yg lain. Point yg ingin saya sampaikan adalah: Taoism sudah memberikan sebuah panduan nilai2 luhur yg jelas, yaitu : menghindari pembunuhan. Menghindari pembunuhan bukan sekedar aturan yg tidak jelas, tetapi merupakan upaya latihan dalam rangka pengendalian diri dan pengembangan welas asih. Tapi pertimbangan2 tertentu pasti akan diberikan apabila situasi dan kondisinya tidak memungkinkan.

Yang menjadi permasalahan dan pertanyaan saya kepada kalian adalah:
Seandainya taoyu DSM tidak dipandu oleh seperangkan panduan moral yg tegas, lalu menghantamratakan bahwa semua umat bisa Wu sendiri. Lalu apakah yang akan terjadi?
- Kalau seseorang membunuh orang lain karena alasan2 kebenaran subyektif (ingat relativisme moral). Maka konsekwensinya anda tidak boleh menyalahkannya.
- Kalau terjadi seorang taoyu melarikan / menggelapkan uang orang. Anda pun tidak boleh menyalahkannya, karena toh ia mempunyai alasan2 kebenaran yang subyektif, bukan?

Kalau demikian halnya, maka pertanyaan saya:
- Apakah artinya moralitas itu lagi bila setiap orang memiliki standar moralnya masing2 sesuka hati? (bukankah sudah kita bahas dimuka bahwa moral adalah produk kompromi dari sekelompok manusia utk melestarikan spesiesnya)
- Bagaimanakah anda mendidik anak2 anda bila anda sendiri menganut nilai2 moral yang permissive?
- Apabila setiap orang memiliki nilai moralitasnya masing2 yg subjective apakah tidak akan ribut dan bertengkar satu dengan yg lain? Apakah 'kebebasan' itu membuat anda bebas?

[ Next Thread | Previous Thread | Next Message | Previous Message ]

Replies:
Subject Author Date
Kok ga ada yang nyahut?Sudah bisa ditelan blon?23:39:22 09/27/05 Tue
Sekarang gue ngerti !!!!!Prince18:51:19 10/03/05 Mon
Re: Jalan Tengah vs Relativisme MoralFlyming Lika00:29:52 10/13/05 Thu
Re: Jalan Tengah vs Relativisme Moral(dihilangkan menyalahi aturan)22:31:37 10/14/05 Fri
Re: Jalan Tengah vs Relativisme Moralnyamuk11:16:49 10/24/05 Mon
Re: Jalan Tengah vs Relativisme Moralsugar23:27:16 10/28/05 Fri


Post a message:
This forum requires an account to post.
[ Create Account ]
[ Login ]
[ Contact Forum Admin ]


Forum timezone: GMT+7
VF Version: 3.00b, ConfDB:
Before posting please read our privacy policy.
VoyForums(tm) is a Free Service from Voyager Info-Systems.
Copyright © 1998-2019 Voyager Info-Systems. All Rights Reserved.