VoyForums
[ Show ]
Support VoyForums
[ Shrink ]
VoyForums Announcement: Programming and providing support for this service has been a labor of love since 1997. We are one of the few services online who values our users' privacy, and have never sold your information. We have even fought hard to defend your privacy in legal cases; however, we've done it with almost no financial support -- paying out of pocket to continue providing the service. Due to the issues imposed on us by advertisers, we also stopped hosting most ads on the forums many years ago. We hope you appreciate our efforts.

Show your support by donating any amount. (Note: We are still technically a for-profit company, so your contribution is not tax-deductible.) PayPal Acct: Feedback:

Donate to VoyForums (PayPal):

Login ] [ Contact Forum Admin ] [ Main index ] [ Post a new message ] [ Search | Check update time | Archives: [1] ]


[ Next Thread | Previous Thread | Next Message | Previous Message ]

Date Posted: 11:15:33 11/19/03 Wed
Author: Adinda dan Maru
Subject: Kesunyian Hati Sita - Novel Bab I

BAB I

Sita membereskan kertas-kertas dimeja kerjanya dan memasukkan kedalam tas kantornya, sesaat ia menunggu layar monitor menampilkan kalimat ‘it’s now safe to turn off your monitor’, lalu ia menekan tombol switch off CPU, lalu mematikan AC ruangannya. Ia pun bergegas keluar kantor membawa tasnya, lalu pamit kepada kedua office boy yang setia menunggunya kerja lembur.

Hari sudah larut malam ketika ia mulai mengendarai mobilnya melesat membelah jalan tol yang mulai sepi. Sita memang selalu memilih jalan tol menuju pulang, karena ia tidak ingin menghadapi para tukang ngamen pada setiap pemberhentian lampu merah yang harus dia lalui, setidaknya ia dapat merasa lebih aman. Supir yang biasa menemaninya sudah pulang sejak sore hari, karena Sita tidak ingin ditunggu malam ini.

St. Elmo’s fire David foster mengalun lembut dari tape mobilnya, Sita menikmati sambil mengendarai mobil dan sejenak mengesampingkan beban pikirannya. Kemudian untuk mengusir kantuk, ia nyalakan sebatang rokok menthol kesukaannya sejak lulus SMA. Ia sangat menikmati rokoknya, sehingga tidak terasa, Sita sudah tiba di gerbang komplek perumahan, tempat Ia tinggal bersama kedua orangtua dan adiknya.

Seperti biasa, Sita menyapa ibunya yang masih terkantuk-kantuk menonton Televisi menunggunya pulang, dikecupnya kening orang yang dicintainya, lalu ia menghampiri pintu kamar ayahnya, dan melongok sejenak kemudian Sita menutupnya kembali. “Neta sudah tidur, Ma ?” Tanya Sita sambil membuka tudung saji mencari apa yang bisa dikunyah. “sudah sejak jamm delapan tadi, itu mama siapkan ayam sayur untukmu di lemari makan” Jawab ibunya. “hm..oke, nAnti aja deh, masih mau mandi dulu ya mam”, pamit Sita. Ia pun bergegas memasuki kamarnya yang sudah rapi dan bersih, lalu meletakkan tas dan membuka lemari pakaian menyiapkan diri untuk mandi.

Sita sudah dimeja makan menikmati makan malamnya, ketika ibunya terjaga dari kantuknya, kemudian menemaninya di meja makan. “Sit, lain kali jangan pulang terlalu malam, mama khawatir, tadi disupiri Rusdi ?” tanyanya. “Mmm, nggak mam, kasian, dia kan mau bertemu istrinya” jawab Sita enteng. Ibunya terdiam memperhatikan anaknya yang sedang makan, lalu Sita mengerti, “Iya mam, nAnti lebih awal, soalnya tadi itu siapkan beberapa laporan, kan pak Bos mau pergi seminar, biar bisa ditandatangani pagi-pagi” Sita memohon maaf. “Ya sudah, mama tidur ya, nanti jangan lupa, bereskan makanan, kalau tidak kucing-kucing berpesta pora” akhrnya ibunya pamit. “Oke mam’ jawab Sita.

Usai makan Sita membereskan dapur, lalu mematikan televisi yang masih menyala. Kemudian Ia menyiapkan kabel telepon untuk disambung ke komputernya, lalu ia mulai menyalakan komputer, dan meng-connect internetnya, setelah menunggu beberapa saat, ia meng-connect Yahoo Messengernya dan menuju mailboxnya, untuk memeriksa pesan-pesan baru yang ia terima. Inbox-nya menunjukkan angka 13, atas message yang ia terima. Lalu ia men-double click Inbox, dan keluarlah daftar pesan yang ia terima, ternyata banyak pesan sponsor, dan hanya beberapa dari teman-temannya, ia mulai membuka satu persatu menurut urutan yang ingin ia ketahui lebih dulu. Ferry mengirimkan pesan singkat “Eager to see you”, Sita tersenyum, tapi ia tidak membalasnya, sejenak ia teringat akan ferry, yang dengan gigih, mencoba untuk bertemu dengannya. Sita mengenal ferry saat ia masih sering chatting di astaga, lalu berlanjut ke telephon, beberapa kali ferry merayunya, dan mengajaknya untuk meningkatkan hubungan yang lebih jauh, dan sering pula Sita mengelak halus, bahkan ia tidak memberi kesempatan bagi ferry untuk bertemu. Sesekali ferry masih suka telfon ddan bertanya padanya apakah sudah bisa memulai, tapi Sita selalu mengalihkan pembicaraan dan fery seakan mengerti.

Pesan kedua yang ia buka adalah dari dari Raisa, teman sejak ia masih kursus bahasa inggris, Raisa adalah salah satu pengajar disana, Saat ini Raisa sedang berada di DC, mengikut suaminya yang bertugas disana. Sita sangat mengagumi Raisa, karena kesederhanaannya, kebaikan hatinya, dan kasih sayang Raisa kepadanya yang selalu menganggap Sita sebagai adiknya. Sita selalu teringat akan masa masa indah yang selalu mereka lalui bersama, bersepeda, mengantar dan menjemput Raisa, menikmati lautan, nonton midnight bersama, saat Raisa selalu menungguinya ketika ia sakit, , menemaninya saat Sita sedang menjaga rumah sendiri hingga Sita tertidur, bahkan saat Sita bermalam dirumahnya semasa Raisa masih belum menikah, Raisa selalu membacakan dongeng sebelum tidur untuk Sita, meski cerita yang dipilih Raisa hanya satu yatu “little red riding hood”, dan pada saat Raisa menikah, Raisa membelikan Sita kaset ceritera untuk “little red riding hood”. Kedekatan bathin Raisa dan Sita memang cukup bisa diandalkan, Raisa selalu mengetahui, saat-saat Sita menghadapi masalah, dan terkadang, seandainya mereka tidak bisa bertemu, Raisa selau saja dapat memberikan puisi-puisi yang bahkan ditulisnya dikereta dan tulisan-tulisan kecil dikertas untuk memberikan dukungan untuk Sita. Dan Sita, selalu menyimpannya baik-baik dalam satu kotak khusus untuk Raisa. Juga ketika Raisa sedang menjalankan program beasiswa ke perancis, Raisa selalu memberikan perhatian untuk Sita, mengirimkan dedaunan pohon oak, yang hingga saat ini Sita simpan rapi, betapa Sita sangat mengagumi Raisa, bagi Sita, Raisa adalah seseorang yang penuh rasa syukur, menghargai hal-hal kecil, mensyukuri kesederhanaan dan penuh ketenangan. Sita selalu merasa nyaman kalau Raisa sudah meraih kepala Sita, dan Sita biasanya meletakkan kepalanya dilengan Raisa bermanja. Raisa adalah seorang yang penuh kasih, Sita sangat menghormatinya, bagi Sita, Raisa adalah seorang sahabat sekaligus kakak yang tidak pernah meninggalkannya, meskipun Raisa tahu betapa gelap masa lalu Sita.

“Halo adinda,
Baik-baik aja khan disana ? Aku kok terngat kamu sit, gak pingin cerita ?’

Sita tersenyum, lalu ia meng-click tanda reply, dan menjawabnya :

“Dear kakanda,
Aku baik-baik saja, makasih ya, kalaupun ada yang tidak baik, itu kan hanya karena kanda meninggalkan dinda…lamaaaaa sekali….hahahaha.., gak papa…aku baik-baik saja.. kanda inget aku ya ? berarti berhasil ya telepati aku ?….Ooops…
Bagaimana kabar disana ? Jagoan kecil Aldi ? sudah cocok dengan kondisi disana?
Sepertinya begitu dulu ya.. salam untuk semua orang yang kanda sayangi…
Miss u much !
Sita”

Lalu Sitas meng-click tanda “send”, lalu setelah menunggu pesan terkirim, ia memeriksa pesan yang lain, beberapa adalah pesan-pesan dari milis yang Sita ikuti, sebuah group minoritas tempat Sita berbagi cerita, isinya berita-barita seputar kegiatan organisasi, tidak ada yang menarik, lalu Sita pun sign out dari mailboxnya, Lalu mulai membuka website yang kerap ia kunjungi..namun tidak ada berita menarik, akhirnya ia pun men-disconnect internetnya dan mematikan komputer. Ia raih gelas air Putrih yang ada dihadapannya, kemudian membereskan kabel-kabel. Jam menunjukkan pukul 2.25 dinihari, kemudian ia masuk kekamar mematikan lampu dan merebahkan diri ditempat tidurnya.

Kantuk belum juga menghampirinya, dengan gelisah ia menarik selimutnya, dan berusaha memejamkan mata. Hanya ada sebuah wajah disana, yang selalu mengisi benaknya, menciptakan segala macam rasa dalam hatinya, selalu saja terasa sakit didada ketika ia memikirkan hal itu, kemudian serta merta ia mencoba mengalihkan ingatannya kepada sebuah wajah lain, seseorang yang baik, teman saat ia masih sekolah menyelesaikan studi sarjana ekonominya, yang pemalu dan selalu mencuri pandang saat jam-jam kuliah. Masih ingat Sita saat cinde temannya yang selalu meminjam catatan kuliah kepadanya itu memberitahunya, “Sit, cowok itu kayaknya liatin kamu terus deh, kamu kerasa gak ?” lalu Sita pun menoleh kepada cinde, meninggalkan perhatiannya dari dosen, “elo ada-ada aja sempet-sempetnya merhatiin begituan, tapi yang mana sih ?” Tanya Sita penasaran. “Tuh yang itu tuh, ganteng kok” jawab cinde memberitahu sambil menunjukkan arah. Lalu Sita melihat kearah yang ditunjukkan oleh cinde, dan sejenak mata Sita bertemu pandang kepada seorang cowok, yang akhirnya malu-malu karena ketahuan sedang melihat kearahnya. Sita pun menunduk, entah apa yang ia rasa, tapi dalam hati ia membenarkan pendapat cinde tentang kegantengan cowok itu. Sesaat Sita terdiam, lalu hanya berujar, “ah, elo nde, bikin gue gak enak aja ! udah ah” Sita membuang pikirannya jauh-jauh, mungkin hanya kebetulan saja, entahlah, namun sejak itu, Ia jadi selalu memperhatikan cowok itu, yang akhirnya ia tahu bernama Maru.

Beberapa kali mereka bicara-bicara singkat mengenai tugas sekolah, ataupun masalah fotocopy-an, tapi tidak lebih jauh dari itu. Sita pun tidak pernah menerima perlakuan khusus dari Maru, meski Maru sering mencuri pandang kepadanya. Ya sudah, pikirnya. Namun ketika Sita sudah selesai menjadi sarjana, dan tidak sering ke kampus, suatu hari saat Sita datang mengurus beberapa surat yang harus dilegalisir, irwan dan teman-teman yang lain memberitahunya, “Sit, lo dicariin tuh sama si Maru, kok Sita gak kelihatan ya?,” dan ketika Bernie yang juga menyampaikan hal yang sama, membuat Sita bertanya-tanya dalam hati, kenapa teman-temannya menyampaikan hal itu padanya. Akhirnya Sita memutuskan mencari nomor telephon lengkap Maru, dan mencoba menghubunginya. Tapi sambutan yang diterima tidak seperti yang diduga, Maru seakan biasa saja, akhirnya Sita berpikir, ternyata tidak ada yang istimewa.

Malam ini Sita teringat Maru, dan berpikir, apa kabar Maru sekarang. Lalu ia menghela nafas, kembali sebuah wajah menari-nari dipelupuk matanya, seakan mengingatkan Sita untuk tidak dengan mudah berpaling. Lalu ia pun berusaha mengosongkan pikirannya dan meditasi ringan hingga jatuh terlelap.

Sita mendengar pintunya diketuk beberapa kali dan itu pasti suara Neta adiknya yang membangunkannya agar tidak terlambat berangkat ke kantor. Iapun bermalas-malasan dan menjawab ‘Iya, kakak sudah bangun..tunggu ya..” Sita pun bangkit dan membuka kunci pintunya, membiarkan Neta masuk mengambil kunci mobil untuk diberikan kepada supir yang sudah datang kerumah. Kemudian Sita rebah kembali , kepalanya terasa berat, terlebih bangun pagipun ia tetap teringat akan sebuah wajah yang selalu hadir di alam pikirannya enggan beranjak. Kemudian ia kuatkan hati untuk bangun kekamar mandi berkemas untuk berangkat kekantor.

Tidak ada yang istimewa dikantor hari ini, Sita terbiasa dengan ritme kerja yang serius dan konsentrasi penuh, hanya saja, saat ia datang, sejenak ia melirik ke pesawat telfon dimejanya, dan berpikir, akankah seseorang menunggu telfon darinya pagi ini, kuat sekali dorongan dalam hatinya untuk menelfon, namun ia urungkan, dan menenggelamkan seluruh pikirannya kepada pekerjaannya, meski saat itu, waktu bekerja belum dimulai. Sita menyiapkan beberapa report, dan memeriksa official message pada mailbox perusahaannya, dan mencetak satu persatu untuk diinventarisir oleh petugas arsip.

Hingga siang hari, ketika bosnya sudah berangkat, dan Sita harus melayani beberapa nasabah yang butuh layanan, tetap saja, wajah itu begitu dekat dan lekat membayangi, bahkan seolah seluruh kertas, hanya berisi tentang kenangan-kenangan manis yang pernah terlewatkan bersama.

Sita enggan makan siang hari ini, ia hanya bolak-balik meng-explore internet, tiba-tiba, ada online message datang dari Bianca, salah satu teman di website-nya.

Bianca : Hello ! Is everything okey ?
Sita : Hmm..hi !..I’m just fine…it’s okey…
Bianca : Are you sure ?
Sita : Hmm..I don’t know..
Bianca : I hope you’ll always be alright, friend !
Sita : so do I, Btw, kenapa kok tumben siang-siang online ? dan mampir nyapa ?
Bianca : I know you probably think of mee, so I call on for a moment, I was thinking of you last night just wanted to know whether you’ll be okay.
Sita : Thanks a lot my friend ! But it’s okey, I will handle it my self.
Bianca : Nice to hear you be okey, but if you need me, please contact me, I’ll stick around, my dear.
Sita : Okey, thanks anyway. Send my best regards for Christine.
Bianca : Okey, Bye for now.
Sita : Bye..

Bianca memang mengetahui apa yang Sita alami saat ini, dan Bianca selalu berusaha stick around, memberi dukungan bagi Sita untuk menghadapi semua cobaan yang menimpa dirinya.

Sita kemudian melanjutkan pekerjaannya saat ia teringat bahwa hari ini ada kuliah, sehingga ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya agar ia bisa pulang tepat waktu untuk pergi ke sekolah. Sita memang dikirim studi oleh kantornya mendalami bidang pekerjaannya, dan ia tidak ingin mengecewakan perusahaan yang telah memberikan beasiswa ini kepadanya. Sehingga siang itu Sita kembali berkutat dengan beberapa maslaah yang harus dia selesaikan.

“Kesekolah Rus”, Sita memberitahu tujuan mereka, kepada supirnya. Lalu mobil pun mulai bergerak ke arah kawasan niaga Mega kuningan untuk memotong jalan kearah sudirman. Sepanjang jalan, mata Sita tidak henti-hentinya menatap keluar, namun seakan ia hanya melihat sebuah pertunjukan di jendela kaca tentang keindahan-keindahan yang ia pernah miliki bersama orang yang sangat dicintainya. Dan ketika tiba pada kenangan yang menyentuh kedukaannya, Sita merasakan penglihatannya semakin buram karena terisi oleh air. Sekuat tenaga Sita mencoba bertahan, semakin sakit terasa di dada. Lalu ia pun memutuskan untuk sejenak tidur sebelum tiba ditempat tujuan, sambil mendengarkan Goodbye-Air supply yang mengalun lembut dari tape mobil, ia menterjemahkan dalam hati kata demi kata yang dinyanyikan oleh grup musk tersebut.

Tak lama mereka tiba di sekolah dan melakukan tugasnya sebagai seorang siswa, yang belajar, memusatkan seluruh perhatian, meski dalam kelelahan, berdebat dan seusai pelajaran, kembali bersama Rusdi pulang kerumah.

Malam setiap malam, yang ada dalam pikirannya hanya seorang yang dicintainya yang kini telah menikah dengan orang lain, tanpa dapat Sita cegah. Sebenarnya ini bukan sebuah penghianatan, namun tugas yang harus ditunaikan dari seorang anak terhadap orang tua. Sita tidak bisa berbuat banyak, selain berusaha mencoba mengerti keadaannya, dan menerima apa adanya. Tapi malam setiap malam, bayang-bayang, bahwa orang yang dicintainya tengah menghabiskan waktu dan malam-malam bersama dengan orang lain, begitu menyakitkan. Begitu menyesakkan dadanya. Sita merasa sangat lemah dan tidak berdaya. Kalaupun ada keinginannya adalah berusaha melepaskan diri dari perasaan yang terus memenjarakan dia pada ketidak pastian akan cintanya, ketidak pastian masa depannya, begitu gelap dan sulit menemuan sebuah cahaya.

Berdoa, adalah bukan sekali atau dua kali ia lakukan, seringkali Sita memohon petunjuk atas semua cobaan yang dia alami. Dan mencoba untuk berpaling, menciptakan rasa-rasa lain kepada orang-orang disekitarnya, meneliti, membuat daftar, melakukan telephon kepada beberapa teman, dan mencari kemungkinan atau celah bagi dirinya untuk melompat keluar dari kubangan yang telah menyiksa dia bertahun-tahun.

[ Next Thread | Previous Thread | Next Message | Previous Message ]

[ Contact Forum Admin ]


Forum timezone: GMT-8
VF Version: 3.00b, ConfDB:
Before posting please read our privacy policy.
VoyForums(tm) is a Free Service from Voyager Info-Systems.
Copyright © 1998-2019 Voyager Info-Systems. All Rights Reserved.