VoyForums
[ Show ]
Support VoyForums
[ Shrink ]
VoyForums Announcement: Programming and providing support for this service has been a labor of love since 1997. We are one of the few services online who values our users' privacy, and have never sold your information. We have even fought hard to defend your privacy in legal cases; however, we've done it with almost no financial support -- paying out of pocket to continue providing the service. Due to the issues imposed on us by advertisers, we also stopped hosting most ads on the forums many years ago. We hope you appreciate our efforts.

Show your support by donating any amount. (Note: We are still technically a for-profit company, so your contribution is not tax-deductible.) PayPal Acct: Feedback:

Donate to VoyForums (PayPal):

Login ] [ Contact Forum Admin ] [ Main index ] [ Post a new message ] [ Search | Check update time | Archives: [1] ]


[ Next Thread | Previous Thread | Next Message | Previous Message ]

Date Posted: 11:19:08 11/19/03 Wed
Author: Adinda dan Maru
Subject: Kesunyian Hati Sita - Novel Bab II

BAB II

Susi melambaikan tangan dari pinggir jalan, saat Sita menaiki bus metro mini yang membawanya pulang kerumah. Sita pun melambaikan tangan untuk membalasnya sambil tersenyum sebagai ungkapan terima kasih karena susi selalu dengan setia mengantarnya dan menungguinya sampai Sita naik bus, baru kemudian susi pulang kerumahnya sendiri. Kegiatan ini selalu mereka lakukan seusai pulang sekolah. Dan persahabatan mereka pun sangat akrab disekolah, dimana ada Sita, disana ada susi. Mereka saling memperhatikan. Entah kenapa Sita, yang terlihat begitu naifnya saat SMP kelas 2, menjadi seseorang yang seakan perlu dilindungi. Dan susi memberikan perhatian itu yang begitu membuat Sita merasa ada seseorang yang tulus memperhatikannya.

Hingga suatu hari, Susi tiba-tiba tidak lagi mau berbicara kepada Sita, karena Sita datang kerumahnya pada saat yang tidak tepat, saat itu Sita tidak mengerti kenapa pada hari itu susi tidak hadir kesekolah, Sita khawatir, dan mecoba untuk datang kerumahnya untuk mengetahui apakah susi sakit. Namun ketika Sita datang kerumah, hanya bertemu dengan ibu susi, yang mengatakan bahwa susi pergi kesekolah, dan betapa naifnya Sita, yang saat itu pula mengatakan sejujurnya bawa susi tidak kesekolah hari ini.

Sejak saat itu, hubungan persahabatan mereka pun renggang, Sita tidak mengerti, namun Sita berusaha untuk menyelesaikan masalahnya dengan susi, namun susi seakan tidak lagi menggubrisnya. Betapa Sita merasa sedih sekali menghadapi ini, dan mencoba untuk mencari jawaban atas kekusutan masalah ini, namun Sita tidak pernah mendapatkannya. Dan ia menyimpan luka ini sendiri, luka yang baru pertama kali ini ia rasakan, betapa ia merasakan membutuhkan susi hadir didekatnya.

Akhirnya Sita menyerah, untuk tidak lagi meminta penjelasan dari susi, dan ia berusaha untuk menyendiri dan tidak terlibat pada persahabatan yang dekat seperti yang ia miliki dengan susi.

Hari-hari Sita, pun terisi dengan menyendiri, pergi bersepeda sendiri, jogging pagi sendiri dan itu semacam rutinitas yang tidak pernah ia tinggalkan. Sita berusaha memupuk kepercayaan dirinya sendiri, dan tumbuh menjadi seorang yang tangguh dan popular karena ketidak perduliannya, gaya cuex-nya yang dipadu dengan kesederhanaan dan kerendahan hatinya. Sita bisa dengan mudah mentransformasikan dirinya kepada kegiatan-kegiatan olah raga yang hanya dimainkan oleh anak-laki-laki sekalipun, sehingga kemudian ia menjadi pusat perhatian dengan gaya nya yang super acuh.

Sita tidak menyadari itu semua, ia hanya ingin merasa bebas tidak terikat dan tidak menyakiti ataupun disakiti oleh teman-teman lain, hingga pada suatu hari saat dirumah makan siang bersama dengan kakaknya yang juga satu sekolah dengannya, kakaknya bertanya kepadanya, “Tadi olah raga ya sit ?” “iya’ jawab Sita.”Pantes” ujar Rani. ‘Kenapa emang” Tanya Sita. “Iya teman kakak, pada melongok keluar jendela melihat siapa yang main bola” jawab rani. “Oh itu, ah cuex aja” jawab Sita. “Iya si Lea sampai bilang, Ran, kayaknya adek lo yang paling keren deh” cerita rani. Sita tertawa,”bangga dong punya adek keren…hahahaha…payah teman-teman kakak suka ngomongin orang” Sita meningggalkan rani pergi.

Waktu berlalu, hingga Sita naik kekelas tiga, susi tetap tidak mau lagi berteman dengannya. Sita sedang menunggu bus metro mini yang tidak kunjung lewat, beberapa anak lainnya, juga mengalami hal yang sama. Panas terik tidak terkira, dan ternyata bus metro mini sedang mengadakan mogok untuk menuntut kenaikan tariff. Beberapa teman memutuskan untuk saling berpatungan dengan teman-teman lain yang arah pulangnya sama untuk naik bajaj, dan ketika Sita sedang memperhatikan teman-teman yang lain, tiba-tiba ada seseorang menegurnya,

‘Eh kamu, kan tunggu metro juga khan ?” Tanya seorang gadis sebaya dirinya datang menghampiri bersama seorang teman yang lain, Sita hanya mengangguk, tak mengerti.

“Kita patungan aja yok, naik bajaj pulang” Gadis itu menawarkan. “Mmm, aku gak bisa nawarnya” Jawab Sita lugu. Sementara teman satunya hanya tersenyum memperhatikan Sita. “Ya sudah, biar aku yang urus” jawab sigadis itu. Bertiga merekapun akhirnya naik bajaj setelah beberapa kali menawar bajaj yang lewat. Baru kemudian di bajaj mereka berkenalan. Teman yang menyapanya lebih dulu itu bernama Dhea, ia satu tingkat dengan Sita, sama-sama kelas dua, tapi lain kelas, dan yang satunya lagi bernama Felita, Adik kelasnya di kelas dua. Sejak saat itu, mereka selalu pulang bertiga. Dan mereka pun semakin akrab, mereka kerap diluar sekolah, saling bertandang kerumah dan bersepeda, lari pagi, jogging dan main bersama, Sita merasa sangat terhibur dengan kehadiran dua temannya. Sejak saat itu, mereka memilih untuk pulang bersama naik bajaj tanpa berdesakan di metro mini, Felita dan dhea selalu turun lebih dulu dari bajaj dan Sita melanjutkan perjalanan kerumahnya sendiri. Dan setelah kedekatan itu, setiap kali mereka berpisah, Dhea dan Felita selalu memberikan cium manis dipipi Sita. Sita tidak mengerti kenapa, padahal mereka kan akan bertemu kembali esok hari disekolah, namun Sita menurut saja, apa yang mereka lakukan. Namun Sita tidak melakukan hal yang sama terhadap mereka. Dan suatu hari Dhea dan Felita, menuntutnya untuk juga berani berekspresi.

“Ayo dong sit, masa kita terus ya yang kasih kamu cium, kamu kan harusnya juga” protes Felita. Sita merasa masygul, dan dia selalu mengelak, “Besok aja deh” dengan tersipu-sipu malu. Begitupun hari berikutnya hingga dhea dan Felita tidak lagi mau dibohongi. Akhirnya dengan memejamkan mata dia merasa takut memberikan cium manis kepada mereka berdua.

Sita merasa cocok dengan Felita, mereka memiliki hobby yang sama, menulis ceritera dan menulis puisi, mereka saling bertukaran, akhirnya dari persahabatan antara dhea dan Felita, akhirnya Sita lebih dekat dengan Felita, mereka selalu bersama-sama, dan mereka juga membuat bulletin untuk mereka berdua, saat itu, kesejatian sebuah persahabatan menjadi sesuatu yang sangat dijunjung tinggi. Mereka kerap merekam suara mereka berdua dan mendengarkannya bersama-sama. Sita merasa sangat bahagia berada didekat Felita.

Kian hari kedekatan mereka sulit terlepaskan lagi, dan mereka sama sama saling mengagumi satu sama lain. Sita hanya tidak mengerti kenapa, dan berusaha memikirkannya dengan penuh konsentrasi, ada apa dengan Sita-lita. Felita begitu baik kepadanya, dan selalu menggodanya karena Sita tidak dapat mengucapkan r dan n dengan baik, dan Felita juga yang pada akhirnya menyembuhkan kecadelanya itu. Felita selalu setia berada didekat Sita, melindungi Sita dan selalu menyayangi Sita. Pernah suatu kali Sita tidak mau disuntik Hepatitis oleh suster yang didatangkan oleh orangtuanya kerumah dan Sita pergi main kerumah Felita, dan dengan sabar, Felita membujuk Sita untuk pulang kerumah saat sore hari, yang ternyata susternya masih tetap menunggu Sita. Ibunya marah besar saat itu. Dan Sita tetap disuntik juga.

Sita terus memikirkan persahabatan mereka, betapa Sita sangat membutuhkan Felita dan Sita yakin, Felita juga merasakan hal yang sama, Bahkan Felita lebih ekspresif dibanding dirinya, yang masih lugu dan naïf. Felita memang bertindak lebih dewasa daripada dirinya. Dan semakin Sita memikirkannya, Sita semakin tidak mengerti, hingga beberapa lama kemudian terlintas sesuatu yang buruk dalam pikiran Sita, meski hanya tersamar, tetap saja menghantui Sita dan membuatnya ketakutan setengah mati.

Felita tidak mengerti sama sekali, memperhatikan Sita yang dengan wajah tanpa perasaan, menarik seluruh pita kaset kenangan mereka, dan merobek-robek seluruh kertas dan bulletin yang pernah mereka buat bersama. Dan Sita memutuskan tali persahabatan mereka tanpa sebab.

Tiba-tiba saja Sita hanya ingin melakukannya. Dan Felita terus berusaha mendapatkan jawaban dari Sita, tetap Sita tidak mau membuka mulutnya sama sekali untuk memberikan jawaban.
“Sita, Lita mengerti apa yang Sita rasakan, dan setelah ini lita tidak akan mengganggu Sita lagi” ucap lita suatu hari dikAntin belakang, saat Sita tidak lagi berani menolak keinginan lita untuk bertemu dan berbicara empat mata. Dan Sita tetap terdiam mendengarkan tanpa mau menatap Felita, ia hanya menunduk.

“Lita tau apa yang Sita fikirkan, Lita tau apa yang menghantui fikiran Sita, dan lita menerima itu semua dan mengerti bahwa Sita menganggap kasih sayang yang lita berikan kepada Sita adalah sebuah aib bagi Sita” lanjut lita. Mereka kemudian terdiam lama sekali. Sita tahu, lita memberikan kesempatan untuknya berbicara, tapi Sita tidak melakukannya, Sita hanya merasa tersedak dan tidak sanggup berkata apa-apa. Akhirnya Felita mengakhiri pembicaraan mereka, “Ya, terima kasih telah mewarnai kehidupan lita, ya sit, terima kasih atas segalanya”, lita memegang jemari Sita, dan Sita tidak berani menariknya, ia hanya diam tidak bergeming hingga lita akhirnya bangkit dari duduknya dan pergi meinggalkannya. Baru setelah itu, Sita mengangkat kepalanya dan memandang kepergian lita dengan hati yang sedih. Dalam hati ia menyesal dan dapat merasakan betapa ia telah menyakiti lita, dan ia pun berbisik “maafkan aku lita..maafkan aku” namun Sita tidak pernah mendengar kata kata itu.

Dan sekarang, Sita merasa ini adalah benih karma untuknya, mengalami luka hati yang lebih dari apa yang telah ia lakukan kepada Felita. Felita yang manis, baik dan tidak pernah melakukan kejahatan terhadap dirinya, Felita yang penuh kasih sayang. Sering saat-saat sendiri Sita mengingat Felita dan selalu mengucapkan dalam hati , semoga saja Felita memaafkannya.

Saat suatu hari Sita mencoba datang dan meminta maaf pun Felita tetap menerima Sita dengan tangan terbuka. “Maafkan aku lita,” Sita mengutarakannya hati-hati, saat mereka hanya berdua saja didalam kamar. Felita menatapnya dan tersenyum, “Aku sudah tidak memikirkannya, sudahlah”. Dan Felita sudah tidak ingin membahas masalah tersebut. Dan Sita dengan hati-hati mencoba berbaikan kembali, tapi Felita dengan halus dan sopan, tidak pernah memberikannya kesempatan. Akhirnya Sita pun mengerti, betapa Felita sangat terluka, namun dia tidak pernah memperlihatkan dan ingin membahas masalah itu kembali.

Terkadang Sita merindukan perhatian Felita, bahkan hingga saat ini, Felita yang tidak pernah mengkhianati sebuah kesejatian dan Seandainya saja saat ini ia memiliki kehadiran Felita kembali, tapi Felita semakin tidak teraih dalam kesopan santunannya dalam menghadapi Sita, sementara Sita semakin merasa sungkan terhadap Felita.

Pernikahan Felita adalah salah satu dari sedikit kesempatan yang dihadiri Sita, ia memang tidak menyukai pergi kepesta. Saat itu mereka bertemu, lita tidak seramping dahulu, namun tidak juga gemuk, Lita semakin cAntik dan manis. Entah kenapa saat itu Sita merasa bahagia menyaksikan kebahagian lita. Kebahagiaan yang lita miliki.

[ Next Thread | Previous Thread | Next Message | Previous Message ]

[ Contact Forum Admin ]


Forum timezone: GMT-8
VF Version: 3.00b, ConfDB:
Before posting please read our privacy policy.
VoyForums(tm) is a Free Service from Voyager Info-Systems.
Copyright © 1998-2019 Voyager Info-Systems. All Rights Reserved.