VoyForums
[ Show ]
Support VoyForums
[ Shrink ]
VoyForums Announcement: Programming and providing support for this service has been a labor of love since 1997. We are one of the few services online who values our users' privacy, and have never sold your information. We have even fought hard to defend your privacy in legal cases; however, we've done it with almost no financial support -- paying out of pocket to continue providing the service. Due to the issues imposed on us by advertisers, we also stopped hosting most ads on the forums many years ago. We hope you appreciate our efforts.

Show your support by donating any amount. (Note: We are still technically a for-profit company, so your contribution is not tax-deductible.) PayPal Acct: Feedback:

Donate to VoyForums (PayPal):

Login ] [ Contact Forum Admin ] [ Main index ] [ Post a new message ] [ Search | Check update time | Archives: [1]234 ]
Subject: TIDAK ADA KEBEBASAN MENGEKSPRESIKAN KEMAKSIATAN


Author:
vic
[ Next Thread | Previous Thread | Next Message | Previous Message ]
Date Posted: 13:42:26 06/16/03 Mon

Fenomena goyang erotis mampu menenggelamkan berita-berita politik nasional, seperti soal Aceh, misalnya. Atau agresi AS yang sampai kini berlangsung di negeri muslim Irak. Apalagi setelah adanya pro-kontra antara yang menghujat dan yang mendukung goyang tersebut.
PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia) menganggapnya tidak bermoral dan mengumbar kemudaratan. Kata mereka dia sangat berpotensi dalam menyumbang hancurnya negeri ini. Jauh sebelumnya, MUI sendiri telah mengharamkan goyang tersebut. Akan tetapi, desakan dan cercaan tersebut diabaikan begitu saja. Alasannya, seperti kata seorang sesepuh partai yang mantan presiden, kebebasan berekspresi. Juga kata mereka agama jangan dibawa-bawa dalam permasalahan ini. Mereka mengatakan, ini murni permasalahan seni, bukan agama; agama jauh dari seni. Dalam alam demokrasi kebebasan berekspresi seperti itu harus dibela mati-matian, tambah mereka. Itulah kebebasan berekspresi yang merupakan salah satu pilar demokrasi! Amar ma’ruf nahi munkar disebutnya sebagai penentang kebebasan berekspresi!
Alasan yang sama digunakan AS untuk menghancurkan Irak. Dengan alasan demokrasi dan membebaskan rakyat Irak, bom-bom diluncurkan, ribuan peluru dimuntahkan, ribuan orang dibunuh, dan peradaban Islam di sana diporak-porandakan. Seusai pertempuran, Presiden AS, George W. Bush, dengan berpakaian militer di kapal induk mengatakan “Kita menang! Kita akan bentuk masyarakat demokrasi di Irak”. Sementara itu rakyat Irak tetap menentang kehadiran sang penjajah tersebut.
Itulah dua gambaran sekilas kebebasan dalam demokrasi. Bedanya, goyangan erotis merupakan kebebasan berekspresi yang didukung oleh hegemoni media massa. Sedangkan serangan AS merupakan kebebasan berekspresi yang diusung oleh hegemoni politik negara besar. Dalam demokrasi, mereka yang kuat itulah yang dapat berekspresi apapun tanpa mengenal halal-haram. Itulah kebebasan mengekspresikan kemaksiatan.
Haruskah Kebebasan Bereskpresi?
Goyangan erotis dan kebebasan untuk mengekspresikan kemaksiatan lainnya melengkapi kenyataan tentang betapa bobroknya seruan-seruan demokrasi. Goyangan yang mengumbar aurat dan mengundang syahwat telah dianggap sebagai bagian dari hak asasi yang tak boleh dilanggar. Sebaliknya, hukum-hukum Allah yang nyata-nyata mengharamkan siapa pun mengumbar aurat dan membangkitkan syahwat tidak dipedulikan; seolah-olah tidak mengapa jika dilanggar, karena memang tidak mengganggu hak asasi manusia.
Begitu juga penjajahan AS dianggap wajar asalkan setelah itu rakyat Irak setuju untuk berdemokrasi. Negara besar bebas mengekspresikan penjajahannya atas nama demokrasi sekalipun mengorbankan masyarakat.
Ironis! Mereka membela hak-hak manusia sembari menginjak hak-hak Allah-yang notabene Pencipta manusia-untuk ditaati. Demikianlah watak buruk demokrasi, yang juga membentuk watak buruk masyarakat penganut dan pengamalnya.
Kebebasan Demokrasi yang Menyesatkan
Kebebasan umum bagi setiap individu yang diagung-agungkan dan dijaga pelaksanaannya dalam atmosfir demokrasi tercakup dalam empat hal, yaitu: kebebasan beragama (freedom of religion); kebebasan berpendapat (freedom of speech); kebebasan kepemilikan (freedom of ownership); kebebasan berperilaku (personal freedom).
Pertama, kebebasan beragama, yang berarti bahwa seseorang berhak meyakini suatu agama/keyakinan yang dikehendakinya atau memeluk agama yang disenanginya tanpa tekanan atau paksaan. Dia berhak pula meninggalkan agama dan keyakinannya, lalu berpindah pada agama atau keyakinan baru; berpindah pada kepercayaan non-agama (animisme/paganisme); bahkan berpindah pada ateisme.
Dia berhak melakukan semua itu sebebas-bebasnya tanpa adanya tekanan atau paksaan. Oleh karena itu, dalam demokrasi seseorang berhak mengganti agamanya untuk kemudian memeluk agama Kristen, Yahudi, Budha, atau Komunisme dengan sebebas-bebasnya tanpa larangan atas dirinya, baik dari negara ataupun pihak lain.
Penolakan kalangan Kristen terhadap RUU Sistem Pendidikan Nasional (khususnya pasal tentang pendidikan agama) dengan dalih demokrasi mencerminkan hal ini. Makna demokrasi dalam konteks tersebut adalah kebebasan beragama, sebab seperti disinyalir banyak kalangan, dibalik penolakan tersebut adalah pemurtadan generasi muda Islam.
Hal semacam ini bertentangan dengan akidah Islam. Islam telah mengharamkan seorang Muslim murtad dari Islam. Siapa saja yang murtad dari agama Islam, dia akan diminta untuk bertobat. Akan tetapi, jika tidak bertobat, dia akan dijatuhi hukuman mati, disita hartanya, dan diceraikan dari istrinya. Rasul saw. bersabda:
Siapa saja yang mengganti agamanya (Islam), jatuhkanlah hukuman mati atasnya. (HR Muslim dan Ashhâb as-Sunan).
Jika yang murtad adalah sekelompok orang, sementara mereka tetap bersikeras untuk murtad, maka mereka diperangi hingga kembali pada Islam atau dibinasakan.
Kedua, kebebasan berpendapat, yang berarti bahwa setiap individu berhak untuk mengembangkan pendapat atau ide apa pun dan bagaimana pun bentuknya. Dia berhak menyatakan atau menyerukan ide dengan sebebas-bebasnya. Tanpa tolok ukur halal-haram. Dengan kebebasan berpendapat, siapapun bisa mengatakan agama tidak ada kaitannya dengan seni seperti terjadi sekarang.
Aturan Islam dalam masalah ini sangatlah berbeda. Seorang Muslim, dalam seluruh perkataan dan perbuatannya, wajib terikat dengan apa yang terkandung dalam nash-nash syariat. Dengan demikian, dia tidak boleh melakukan suatu perbuatan atau mengucapkan suatu perkataan, kecuali jika dalil-dalil syariat telah membolehkannya. Dengan kata lain, seorang Muslim berhak bahkan didorong mengembangkan, menyerukan, dan menyatakan pendapat apa pun selama dibolehkan oleh syariat. Sebaliknya, syariat akan memberikan hukuman, bahkan sanksi yang berat, jika apa yang dikatakan dan diperbuat tidak sesuai dengan nash-nash syariat.
Ummu ‘Athiyah menuturkan riwayat dari Abu Sa’îd r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
Jihad paling utama adalah (menyampaikan) perkataan yang haq (sesuai dengan syariat) di hadapan penguasa zalim. (HR Ahmad, at-Turmudzi, dan an-Nasa’i).
Tindakan semacam ini tidak dipandang sebagai bagian dari kebebasan berpendapat, melainkan justru merupakan cerminan realitas dari keterikatan para sahabat dengan hukum-hukum syariat, yakni kebolehan menyampaikan pendapat dalam rangka menasihati/mengoreksi penguasa. Menyampaikan pendapat dalam keadaan ini adalah kewajiban.
Ketiga, kebebasan kepemilikan, yang bermakna bahwa seseorang boleh memiliki harta (modal) sekaligus mngembangkannya dengan sarana dan cara apa pun.
Seorang penguasa dianggap berhak memiliki harta dan mengembangkannya melalui imperialisme, perampasan, dan penjajahan harta kekayaan alam bangsa-bangsa yang akan atau sudah dijajah. Apa yang terjadi di Afghanistan dan di Irak adalah contoh real bagaimana AS dan sekutunya menerapkan standar ini: kebebasan kepemilikan. Sudah menjadi rahasia umum, di balik penyerangan Afghanistan dan Irak terdapat kepentingan untuk menguasai minyak. Itu terbukti dengan sigapnya AS memperbaiki fasilitas kilang minyak Irak dengan meninggalkan perbaikan fasilitas-fasiltas penopang kehidupan rakyat Irak, dengan dalih, semua itu untuk kepentingan rakyat Irak juga.
Islam sangat bertolak belakang dengan ide kebebasan kepemilikan tersebut. Islam telah memerangi ide penjajahan bangsa-bangsa serta ide perampokan dan penguasaan kekayaan alam bangsa-bangsa di dunia.
Islam telah menetapkan sebab-sebab kepemilikan harta, cara-cara pengembangannya, dan cara-cara pengelolaannya. Islam mewajibkan seorang Muslim untuk terikat dengan hukum-hukum Islam dalam usahanya memiliki, mengembangkan, dan mengelola hartanya. Islam tidak memberikan kebebasan kepadanya untuk mengelola harta sekehendaknya.
Keempat, kebebasan berperilaku, yang berarti bahwa setiap orang bebas untuk melepaskan diri dari segala macam ikatan dan dari setiap nilai keruhanian, akhlak, dan kemanusiaan. Dengan kata lain, bebas berekspresi, termasuk mengekspresikan kemaksiatan.
Kebebasan ini menetapkan bahwa setiap orang dalam perilaku dan kehidupan pribadinya berhak untuk berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya, sebebas-bebasnya, tanpa boleh ada larangan, baik dari negara atau pihak lain terhadap perilaku yang disukainya.
Ide kebebasan ini telah membolehkan seseorang untuk bergoyang ‘ngebor’, berzina, melakukan praktik homoseksual dan lesbianisme, menjajah suatu negeri, dan melakukan perbuatan apa saja-walaupun sangat hina-dengan sebebas-bebasnya; tanpa ada ikatan atau batasan; tanpa tekanan atau paksaan.
Hukum-hukum Islam sangat bertentangan dengan kebebasan berperilaku semacam ini; tidak ada kebebasan berperilaku seperti itu dalam Islam. Seorang Muslim wajib terikat dengan perintah dan larangan Allah SWT dalam seluruh perbuatan dan perilakunya.
Dalam konteks zina, misalnya, Allah SWT berfirman:
Janganlah kamu mendekati zina. (QS al-Isra [17]: 32)
Allah SWT juga berfirman:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera” (QS. An-Nûr [24]: 2)
Dengan demikian, ide kebebasan mutlak tanpa batas bagi setiap individu bertentangan secara total dengan hukum-hukum Islam; seluruhnya merupakan ide-ide, peradaban, peraturan, dan undang-undang kufur. Islam hanya mengenal kebebasan yang bukan kemaksiatan.
Wahai kaum Muslim,
Inikah yang kita kehendaki: tetap mengusung demokrasi dengan ciri-ciri busuk kebebasan di dalamnya? Tidakkah kita sadar, bahwa kebebasan untuk mengekspresikan kemaksiatan yang dipropagandakan sebagian kaum muslim adalah bukti nyata bahwa kita, kaum Muslim, telah terkangkangi dan teracuni oleh racun maut demokrasi? Bukankah dengan dalih demokrasi dan kebebasan ini akhirnya kita tidak bisa melakukan amar ma’ruf nahi munkar walaupun kemaksiatan telah nyata-nyata dan berada di depan hidung kita? Bukan hanya tidak bisa melakukan amar ma’ruf nahi munkar, bahkan kita pun disalahkan dan dipojokkan hanya karena kita mencela tindakan orang-orang yang dengan seenaknya melanggar dan melecehkan agama? Bahkan dalam alam demokrasi pula, bukankah kemaksiatan dibela, sementara hukum-hukum Allah dicela dengan satu alasan yang sama: demi demokrasi? Pada saat yang sama, hukum-hukum Allah SWT tidak boleh digunakan untuk menghukumi masyarakat, karena dianggap akan mengancam kebebasan yang dijamin dalam demokrasi. Walhasil, kini, demi demokrasi, para pelanggar hukum-hukum Allah SWT dibela, sementara para penegak dan pembela hukum-hukum Allah Pencipta Alam dicela. Ironis!
Wahai kaum Muslim,
Melihat kenyataan di atas, sudah saatnya kita menyadari kembali kedudukan kita sebagai hamba Allah SWT yang wajib menegakkan hukum-hukum-Nya. Kita bukanlah hamba demokrasi yang justru memaksa kita untuk mencampakkan dan mengubur hukum-hukum Allah. Apa yang akan kita katakan di sisi Allah SWT bila kita menjadikan kebebasan sebagai Tuhan.
Wahai kaum Muslim,
Kita tidak akan disibukkan dengan berbagai perkara yang tiada berguna semacam hingar-bingar produk-produk demokrasi di atas manakala umat ini melaksanakan Islam sebagai akidah dan ideologi, baik individu, masyarakat, maupun negara. Dan hanya pemerintahan negara Khilafah Islamiyahlah yang dapat memberikan sanksi yang tegas dan berat kepada siapapun yang berbuat kemaksiatan-walau berdalih kebebasan-dan menyebarluaskan kemaksiatan itu, sehingga aqidah maupun akhlak umat akan terjaga kesuciannya. Kembalinya institusi Khilafahlah yang dapat memberikan harapan kepada umat ini bila ingin terjaga kesucian dan kemuliannya

[ Next Thread | Previous Thread | Next Message | Previous Message ]

Replies:
Subject Author Date
Re: SING WARAS NGALAH......VIC Gemblung19:54:43 06/16/03 Mon
Re: TIDAK ADA KEBEBASAN MENGEKSPRESIKAN KEMAKSIATANarek Pasuruan20:44:56 06/16/03 Mon
Re: TIDAK ADA KEBEBASAN MENGEKSPRESIKAN KEMAKSIATANFBI19:27:13 06/19/03 Thu
Re: TIDAK ADA KEBEBASAN MENGEKSPRESIKAN KEMAKSIATANsudarsono12:21:10 06/21/03 Sat
Re: TIDAK ADA KEBEBASAN MENGEKSPRESIKAN KEMAKSIATANcommentator19:31:46 03/25/04 Thu
Re: TIDAK ADA KEBEBASAN MENGEKSPRESIKAN KEMAKSIATANgoyang lover11:40:24 04/16/04 Fri


[ Contact Forum Admin ]


Forum timezone: GMT-8
VF Version: 3.00b, ConfDB:
Before posting please read our privacy policy.
VoyForums(tm) is a Free Service from Voyager Info-Systems.
Copyright © 1998-2019 Voyager Info-Systems. All Rights Reserved.