VoyForums
[ Show ]
Support VoyForums
[ Shrink ]
VoyForums Announcement: Programming and providing support for this service has been a labor of love since 1997. We are one of the few services online who values our users' privacy, and have never sold your information. We have even fought hard to defend your privacy in legal cases; however, we've done it with almost no financial support -- paying out of pocket to continue providing the service. Due to the issues imposed on us by advertisers, we also stopped hosting most ads on the forums many years ago. We hope you appreciate our efforts.

Show your support by donating any amount. (Note: We are still technically a for-profit company, so your contribution is not tax-deductible.) PayPal Acct: Feedback:

Donate to VoyForums (PayPal):

Login ] [ Contact Forum Admin ] [ Main index ] [ Post a new message ] [ Search | Check update time | Archives: [1] ]


[ Next Thread | Previous Thread | Next Message | Previous Message ]

Date Posted: 11:24:29 11/19/03 Wed
Author: Adinda dan Maru
Subject: Kesunyian Hati Sita - Novel Bab IV

BAB IV

Sita memijit-mijit kepala belakangnya sendiri. Entah kapan penderitaan sakit kepala ini akan hilang dari dirinya. Lalu ia teringat akan diagnosa dokter edo, dokter yang merawatnya sejak kecil. Lalu ia menghela nafas panjang. Kemudian berusaha berkonsentrasi kembali pada pekerjaannya. Mati-matian ia memusatkan pikirannya, tetap saja kepalanya hanya dipenuhi oleh bayang-bayang sebuah wajah, wajah seseorang yang sangat dicintainya, wajah seorang yang selalu menghias malam-malam sunyinya, seorang yang membangkitkan gairah hidupnya, kebekuan cintanya akan trauma masa lalu, seseorang yang dengen kekuatan yang sedemikian telah menggerakkan seluruh kekuatan kasih sayangnya untuk tertumpah, dan seseorang yang selalu mengisi mimpi-mimpi indah yang tiada pernah dapat ia lukiskan.

Gelisah, Sita membuka direktori nomor telefon di buku agenda kerjanya, setelah menari-cari, ia menemukan sebuah nama, Tiara, seorang dari masa lalu yang pernah memporak-porandakan kehidupan remajanya. Sita menekan beberapa nomor pada pesawat telephon kantornya, lalu ia pun menunggu, mendengarkan nada panggil diujung seberang sana, tak lama ia pun menyapa,
“Assalamualaikum ,. Selamat pagi, Te’Ara, ini aku, Sita”
“Walaikum salam, selamat pagi, bagaimana apa kabar ?” Tanya Tante Tiara.
“just want to say hello !” ujar Sita
“Yup, hellow, kalo gitu…” Jawab diseberang sana.
“sedang dalam perjalanan menuju kantor ?” Tanya Sita
‘Iya…bagaimana ada apa ?” Tanya tante Tiara kembali.
Sita hanya terdiam dan menghela nafas.
‘loh kok diam ?” Tanya kembali.
“Entahlah…aku butuh pertolongan’ jawab Sita akhirnya.
“Wah ada apa nih, apa aku bisa Bantu ?”
“Mungkin !” jawab Sita
‘Apa yang bisa aku Bantu?” tante Tiara terus bertanya.
“Mendengarkan mungkin” jawab Sita pendek.
“Ada acara malam ini ?” Sita akhirnya bertanya
‘Hmm, aku pulang jam lima, Sita pulang jam berapa?” Tanyanya
“Aku harus pergi kesekolah malam ini, dan pulang jam 8, ada dirumah kah ?’
“Hmm ya, ada, terserah kalau nAnti mau datang ya, silahkan, aku akan berada dirumah dan menunggu’ jawab Tiara.
“Baiklah sepulang sekolah aku akan datang” ujar Sita memberitahu.
“ Okey” Tante Tiara menyetujuinya
“Ya sudah, selamat bekerja, terima kasih’
“Sama-sama, dag” tante Tiara mengakhiri.
“dag”
Sita lalu menutup telfonnya, kemudian kembali menekuni pekerjaannya semampunya.

Rusdi memarkirkan mobil dalam garasi depan sebuah rumah berlantai 2, kemudian dari pintu mobil kiri belakang, Sita turun dan menuju pintu kayu kelapa rumah tersebut. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 8.45 Malam. Suasananya sepi dan hening, sesaat ia terbayang masa kecilnya yang dia habiskan di daerah ini. Baru saja ia akan mengetuk pintu, ternyata pintu sudah terbuka dan seorang wanita paruh baya menyambut kedatangannya.

“Hallo, macet ?” sambut wanita itu penuh suka cita. Sita menggeleng dan tersenyum. Seketika wanita itu melihat kearah mobil, “dengan siapa sit ?” tanyanya. ‘Dengan Rusdi, driver yang mengantarkanku,’ jawab Sita. “oh..ayo turun..” ajak wanita itu, lalu mengajak Sita pula masuk kedalam rumahnya. Sita kemudian menemui Om Hilman, suami dari wanita itu, “Selamat malam Oom”, sapa Sita sambil tersenyum dan mencium tangan. Om Hilman tersenyum dan menyapanya kembali “Loh mbak Sita…akhirnya main juga kesini”. “Dari kantor ?” Tanya Om Hilman. ‘Iya tapi ke sekolah dulu tadi,” jawab Sita memberitahu. “Silahkan yok, makan sama-sama” Om Hilman yang kebetulan sedang makan menawarkan. “Terima kasih oom, silahkan, Sita sudah kenyang” tolak Sita halus. Tante Tiara hanya tersenyum, lalu mengajak Sita naik ke lantai atas, dan Sita mengikutinya setelah pamit kepada Oom hilman.

Di lantai atas, Tante Tiara seakan bingung, menetapkan tempat yang cocok bagi mereka untuk ngobrol, seakan Sita tahu, akhirnya Sita mengatakan, “Sudah, disini saja, tante, sudah cukup” Sita memilih duduk di ruang santai depan televisi, dan tante Tiara menyetujui. Sita hanya tidak ingin tante Tiara menyangka Sita memiliki maksud tertentu dengan memilih sebuah kamar yang dulu pernah ditinggalinya beberapa waktu yang lalu, kamar yang menjadi tempat mereka mencurahkan seluruh perasaan yang mereka miliki.

Mereka pun duduk dilantai, tante Tiara memberikan Sita beberapa bantal agar Sita merasa nyaman, “Jadi, ada apa?” Tanya tante Tiara akhirnya. Sita terdiam sejenak dan menunduk. Lalu ia menghela nafas panjang, Ia menutupi wajahnya dengan kedua belah tangannya. “Aku salah mencintai seseorang, tante” ujarnya pada akhirnya dan Sita membuka kedua tangannya, airmatanya sudah mulai mengalir I pipinya. Tante Tiara membiarkan Sita untuk menenangkan dirinya. “Aku mencintai seseorang yang sama sekali tidak boleh aku cintai” Lanjut Sita. “lalu ?” Tanya tante Tiara. “Aku sangat menyayanginya dan mencintainya, aku tidak ingin kehilangan dirinya” Sita semakin tidak bisa membendung perasaannya. “kenapa hilang?” tanyanya. “Kini dia menikah, dijodohkan oleh kedua orang tuanya”. Mereka terdiam. Lalu, “Dia tidak pernah menghianati aku, dan dia melakukan ini karena terpaksa,” lanjut Sita. “Masalahnya ?” Tante Tiara masih belum mengerti. “Masalahnya adalah bahwa aku tidak sanggup menghadapinya, dan dia memintaku untuk menunggu hingga dia divorce” Sita merasakan dadanya sesak sekali. ‘Membayangkan dia dengan orang lain, orang yang sangat aku sayangi dan cintai memiliki malam-malam bersama orang lain, aku sungguh tidak sanggup,” ujar Sita. “Aku tahu ini seharusnya telah berhenti sejak lama, jauh setelah apa yang pernah kita miliki, tapi ternyata kenyataannya mengatakan lain, tante, seseorang hadir dalam kehidupanku, seseorang yang mampu mengobati luka hatiku, seseorang yang mampu dengan mudah memberi pelangi dalam kehidupanku, seseorang yang hadirnya tidak dapat aku tolak, seseorang yang sangat aku cintai dan kasihi”. “Aku tidak tahu harus bagaimana, aku tahu ini hanya mimpi, aku ingin memberikan seluruh apa yang ia minta, tapi aku tidak sanggup, tante, di sisi lain, meninggalkannya pun adalah sebuah siksaan bagiku, dia sangat berarti dalam hidupku” sita akhirnya mengakuinya perlahan. Sementara tante Tiara mendengarkannya dengan penuh perhatian. “Aku mencintainya sepenuh hatiku, aku tidak tahu harus berbuat apa, meski aku tahu disisi diriku yang lain, memaksa aku untuk berhenti dan kembali kejalan yang seharusnya aku tempuh”, ucapnya lirih.

“Berdoa Sita, berdoa, seperti halnya aku dulu, meski hingga sekarang pun aku belum bisa mengesampingkan semua itu, masih ada yang hidup disana, tapi setidaknya kita harus terus berusaha dan berdo’a” tante Tiara mencoba untuk obyektif. “Entahlah tante, seakan ada dua suara hadir dalam hatiku, bahkan tiga, satu sisi, aku ingin berhenti, disisi lain, aku akan tetap memberikan segalanya untuknya, disisi yang lainnya lagi, aku tidak rela milikku diambil orang lain” jawabnya. “Aku tidak tahu secara pasti apa yang terjadi, tapi ada baiknya aku bilang sejujurnya sama Sita ya, ‘ ujar tante Tiara mengharapkan persetujuan dari Sita, Sita pun mengangguk, “tapi sebelumnya, tante pingin tahu, apa yang ada dalam benak Sita mengenai aku?” Tanya tante Tiara. Sita berfikir sejenak, mencoba mencari jawaban, adakah ia masih memikirkan bagaimana seorang tante yang ada dihadapannya ini, tapi akhirnya ia berusaha menjawabnya,”yah, aku hanya menganggap, Tante seperti biasa, ya, memag karakteristiknya memang begitu, hangat, dan ramah, tidak ada pikiran yang lain, memang sudah dari asalnya begitu”, jawab Sita. ‘oke, kalau begitu, aku bilang sejujurnya ya, mungkin aku tidak pernah bilang sama Sita selama ini, bahwa Anti sangat menuntut aku lebih dari apa yang dapat aku berikan untuknya, dia selalu menggugat bahwa aku tidak pernah bisa memberikan hatiku secara utuh untuknya, dia juga selalu marah karena aku hanya memberikan hatiku untuk Sita, dia begitu sangat mengintimidasi aku, menggugatku habis-habisan, sehingga aku selalu berdoa, agar Anti segera mendapatkan seseorang yang dapat memnuhi keinginannya, seseorang yang sesuai dengan apa yang ingin ia dapatkan, dan akhirnya mas aitu datang, ada seoarng ibu yang memberikan dia segalanya, materil, spirituil, financial, semuanya, tapi hingga detik ini pun ia masih tetap mengintimidasi aku dengan berbagai cara bahwa dia tidak akan pernah bisa memiliki cinta dan hatiku, karena aku selalu dibayang-banyangi oleh Sita”. Cerita Tante Tiara panjang. Sita terdiam, mencoba membaca arah jalan pembicaraan yang akan muncu kemudian, tapi akhirnya Sita mencoba untuk mengembalikan kepada masalahnya, “Putri tidak mengintimidasi aku, kami saling mencintai, kami saling memberi, kami saling tidak ingin berpisah, kami saling memiliki secara utuh, masalahnya sekarang adalah, Putri harus menjalankan kehidupannya, kehidupan barunya, yang sama sekali mengganggu kami, dan Putri tidak memiliki kekuatan untuk mencegahnya semua, menolaknya semua, dan itu harus dia jalani,” ujar Sita putus asa, “kami memiliki beberapa rencana, namun, aku tidak yakin, semua ini akan mampu kami raih, bagiku, yang ada dihadapanku hanya kegelapan..hanya kegelapan, apalagi saat-saat aku merasa bahwa Putri tidak mampu menentukan pilihan dan keputusannya sendiri di hadapan orang tuanya, saat aku merasa Putri tidak memiliki kekuatan untuk berjuang meraih dan menjaga cinta kami, aku putus asa”, jawab Sita. “Iya memamng sulit, tapi aku hanya ingin Sita tidak pernah berhenti berdoa, agar semua dapat Sita lampaui, aku tidak pernah bercerita kepada siapapun, mengenai apa yang pernah kita miliki,” Tante Tiara memberitahu. “Aku tahu, itu sebabnya aku datang kepada tante, setidaknya aku bisa melepaskan semua kegelisahan aku, kegelisahan seseorang yang sangat berbeda dengan orang normal lainnya”, Sita memberitahu.

Suasana hening sejenak, tante Tiara memberikan sapu tangannya kepada Sita, agar Sita dapat menyeka airmatanya. ‘Kalau menurut Sita, Anti itu bagaimana, kalau bersikap demikian?” Tanya tante Tiara seakan ia juga ingin menceritakan apa yang menjadi bebannya sendiri. Sejenak Sita mencoba menggali ingatannya tentang Anti, seorang gadis yang lebih muda usianya dari dia, yang telah memporak-porandakan hubungannya dengan Tante Tiara, hubungan yang selama ini mereka sembunyikan hubungan yang sangat mereka jaga, betapa menyakitkan saat Tante Tiara memutuskan untuk memilih Anti dari pada dirinya, dari pada hubungan dengan Sita yang telah mereka miliki selama sembilan tahun, saat itu, Sita begitu hancur dan hampir gila menghadapinya, ia kehilangan segalanya, kehilangan pekerjaannya, kehilangan semangat hidupnya. Ia sangat dapat mengingat betapa selama beberapa bulan Ia hanya duduk termenung sendiri, dan tidak pernah dapat memikirkan rasa perih dan luka yang didapatnya dari Tante Tiara, bahkan bertahun-tahun luka itu terus meNetap dalam hatinya…tidak terobati, Dia tidak pernah membayangkan tante Tiara akan melakukan hal ini kepadanya, tante Tiara yang tidak pernah ia bayangkan meninggalkannya dan mengusir Sita dari kehidupannya. Saat itu Sita sungguh-sungguh hampir menjadi gila, dan trauma tersebut membuatnya sangat tersiksa, hingga bertemu dengan orang-orang sekitarnya, teman-temannya pun menjadi suatu momok baginya, Ia kerap kali mencari sebuah sudut ruangan ketika Sita merasa dirinya tidak aman dan terancam, Sita hanya melamun berbulan-bulan, hingga keluarga Sita berusaha membantu Sita bangkit dari keruntuhannya, terutama mama yang selalu hadir di sisinya memberikan semangat baru, memberikan kekuatan untuk tetap bertahan dan memulai bekerja kembali. Saat itu, Sita sugguh-sungguh memerlukan seorang psikiater untuk menyembuhkan guncangan jiwanya.

Sita kemudian juga teriingat kepada Meita, seseorang dari masa lalunya, temannya sekantor yang pernah dia berikan curahan perhatiannya beberapa waktu sebelum hubungannya dengan tante Tiara berakhir. Kehadiran Meita memberikan kontribusi yang cukup besar atas berpalingnya tante Tiara darinya, tante Tiara yang menduga Sita telah memiliki seorang lain dalam kehidupannya, akhirnya melarikan seluruh curahan perhatiannya kepada Anti. Sita memang menyayangi Meita, tapi tidak terlintas dalam pikirannya bahwa ia akan memiliki perasaan yang istimewa yang lebih kepada meita, Sita hanya merasa bahagia seandainya dapat menjadi tempat bergantung meita, Meita yang sudah di beri stempel Karyawati paling gaul diperusahaan tempat mereka bekerja, Sita hanya ingin membantunya keluar dari kemelut itu, Terlebih ketika orang tua Meita selalu menitipkan meita kepadanya. Memang pernah suatu saat ketika Sita bermalam dirumah meita, meita mencoba untuk menggodanya, namun mungkin karena bagi meita adalah sesuatu hal yang baru pertama kali ia rasakan, ia tidak dengan mudah menggoda Sita, meski Sita tahu dan mengerti, Sita tetap berlaku sopan dan pura-pura tidak tahu, bahkan pada suatu ketika Meita katakan dengan jujur tentang seseorang yang hadir dalam relung hatinya adalah dirinya, Sita hanya menunjukkan sikap biasa, seakan tidak mengerti apa yang dia maksudkan, hingga akhirnya meita tidak berani untuk mengutarakan lebih lanjut. Sita tahu persis betapa meita uring-uringan mengendalikan perasaannya sendiri karena baru kali ini dia merasakan hal itu, merasakan betapa seandainya mungkin ia menginginkan Sita menjadi pendamping hidupnya. Dan Sita tetap bersikap tenang, tidak berubah, terkendali.

Dan ketika Sita menyadari bahwa Tante Tiara merasa tersisih, ternyata dia menyadari sangat terlambat, Tante Tiara telah dengan bulat-blat bertekad untuk meninggalkan Sita dan memilih Anti daripada dirinya. Betapa kerasnya Sita menjelaskan bahwa hanya tante Tiara yang ada dalam hatinya saat itu, tetap, tante Tiara tidak bergeming sedikitpun, dan menolak mentah-mentah kehadiran Sita dalam hidupnya. Sita merasakan kehidupannya patah, hancur luar biasa. Akhirnya Sita meninggalkan keduanya, melepaskan keduanya dari hidupnya.

Dan saat ini Tante Tiara dihadapannya, menceritakan kejadian yang dia alami, bagaikan sebuah excuse bagi dirinya untuk menjelaskan apa yang terjadi selama ini, meski Sita tahu persis, tante Tiara tidak akan pernah dapat menghapus Sita dalam hatinya, dan Sita pun tahu persis bahwa Tante Tiara pada akhirnya menyesal telah melakukan ini semua kepada dirinya.

Sita merasa tanganya disentuh oleh tante Tiara, “bagaimana” Tanya tante Tiara lagi, menunggu jawaban dari Sita. ‘Yah, itu tidak bisa dihindari tante, Anti datang setelah aku hadir dalam kehidupan tante, Dia tetap merasa terancam akan masa lalu Tante, seakan dia tidak akan pernah memiliki tante secara utuh, meskipun sekarang dia memiliki orang lain dalam hidupnya, dia tidak akan pernah merasa puas, karena dia selalu merasa bahwa selama ini dia belum bisa mendapatkan keutuhan cinta dan hati dari tante”Sita mengatakan pendapatnya seolah ia berbicara kepada dirinya sendiri, dia merasa sangat bersyukur bahwa dia memiliki cinta yang utuh untuk diberikan kepada Putri, Meski Putri selalu merasa khawatir, tapi Sita terus meyakinkan bahwa keutuhan cintanya untuk Putri tidak perlu dikhawatirkan. Meski Tante Tiara telah pernah mengisi hari-harinya selama sembilan tahun, Sita bersyukur, bahwa Sita-lah yang di usir oleh tante Tiara, Sita tidak pernah memiliki penyesalan seperti yang tante Tiara miliki, Sita tidak pernah memiliki rasa bersalah, seperti apa yang tante Sita rasakan. Sita dapat dengan bebas menggunakan haknya untuk memberikan secara bulat dan utuh kepada orang lain. Dan kini, dia berikan kepada Putri, satu-satunya orang yang dia inginkan sepanjang hidupnya, menemani masa depannya selam-lamanya, seseorang yang dia cintai sepenuh hati dan jiwanya, dalam setiap langkah dan setiap desah nafas yang dia ambil dan keluarkan, seseorang yang dia berikan seluruh iringan detak jantungnya.

“Iya ya, mungkin begitu,” Jawab Tante Tiara akhirnya. Dalam hati Sita mengatakan, bahwa mungkin karena tante Tiara juga tidak pernah memberikannya secara utuh kepada Anti, tapi baginya ini bukan masalahnya, Sita tidak perduli, saat ini dia hanya perduli kepada Putri, hanya Putri.

“Dahulu, dengan Meita, aku tidak punya hal-hal istimewa selain membimbingnya sebagai seorang kakak, hanya itu, meski dia menginginkan hal yang lebih, tapi aku menunjukkan seolah aku tidak mengerti, dan ketika meita mulai sulit untuk dikendalikan, akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkannya,” ujar Sita memberi contoh.

“Aku juga begitu Sita, aku hanya memilikinya dengan mu, tidak dengan yang lain” Ucap tante Tiara memberitahu. Sita hanya terdiam, tidak ingin membahas itu, dan tidak ingin mengira-ngira apa maksud dari ucapan itu. “Aku mencintai Putri, tante. Sangat mencintainya” Sita berusaha melepaskan bebannya dengan mengucapkan hal tersebut. “Tapi aku merasa terganggu, tertekan” Sita melanjutkan. “Karena Putri mengintimidasimu ? menelfon terus ?, memaksa?” Tanya tante Tiara. “Putri tidak se-ekstrim itu, Putri sangat halus, dan sabar, dia tidak pernah marah, dia tidak temperamental, dia sangat menyayangi aku, kalaupun ada rasa cemburu, dan marah-marah kecil, aku mengerti, justru aku selalu senang Putri seperti tiu, Karena Putri sangat mencintai aku, Bagi Putri Aku adalah segalanya, seluruh hidupnya, dan I am her destiny, kami hanya merasa tertekan dengan keadaan disekeliling kami, terganggu dengan pernikahan ini” Jawab Sita. “Lagipula, aku memang miliknya, seutuhnya, dan aku tulus memberikan kepadanya, lanjut Sita mengklarifikasi.

Mungkin aku harus segera menikah, membayarnya dengan perasaan aku sendiri, agar aku tidak tersiksa seperti ini” ucap Sita putus asa. “Mungkin iya memang harus begitu” jawab Tate Tiara. “Entahlah” ujar Sita lirih. “Ya sudah, aku terima kasih, tante mau mendengarkan aku, meski aku belum tahu apa jalan yang dapat aku tempuh esok hari, setidaknya ada beban terlepas hari ini, sudah beberapa hari ini aku tidak tidur, dan tidak selera makan, entahlah” Sita mengakhiri. Kemudian dia melirik jam tangannya, sudah pukul 10.30. “Kok lihat jam ?” Tanya Tante Tiara sambil senyum menggoda. Sita tersenyum, “kan memang harus pulang, kasihan Rusdi sudah dimakanin nyamuk” jawab Sita akhirnya. Lalu meraka pun bangkit, Tiara mengantar Sita ke depan untuk pulang.

Sita kembali melamun selama perjalanan pulang, entah apa yang akan dilakukannya setelah kejadian ini. Ia hanya merasa tidak berdaya. Sangat tidak berdaya, karena dia mencintai seseorang yang semestinya tidak dia cintai. Adalah sebuah kesalahan mencintai dari jenisnya sendiri, dan adalah sebuah impian yang tidak akan pernah terwujud sampai kapan pun.

[ Next Thread | Previous Thread | Next Message | Previous Message ]

[ Contact Forum Admin ]


Forum timezone: GMT-8
VF Version: 3.00b, ConfDB:
Before posting please read our privacy policy.
VoyForums(tm) is a Free Service from Voyager Info-Systems.
Copyright © 1998-2019 Voyager Info-Systems. All Rights Reserved.